Sabtu, 25 Oktober 2008

Motivasi Mengalahkan Diri Sendiri - Menang tanpa jadi pecundang

Apa arti mengalahkan diri sendiri? Sangatlah benar apa yang disampaikan pepatah berikut ini melalui kata bijak melawan diri sendiri “musuh terbesarmu bukanlah yang terkuat, bukanlah yang paling pintar, bukan yang mampu mengalahkan ratusan orang, tetapi musuh terbesarmu adalah dirimu sendiri”.

Karena yang dilawan adalah diri sendiri, maka sering kali kita memberikan maklum dan pemaafan yang tidak seharusnya. Seperti contoh, saat kita menganggap biasa kesalahan yang seharusnya tidak dilakukan, maka terus menerus kita akan merasa hal tersebut bukanlah suatu kesalahan.

Merokok misalnya, awalnya para pecandu rokok tidak dapat mengalahkan diri sendiri untuk tidak merokok. “Sesekali bolehlah!” atau “Daripada jenuh dan pusing”, dan bermacam alasan lainnya yang pada akhirnya dimaklum dan menjadi kebiasaan.

Ada pelajaran menarik dari mengalahkan diri sendiri yang Saya yakin akan membawa Anda dan Saya semakin tumbuh dan dewasa dalam pola pikir jika kita mau untuk selalu komit.

Arti mengalahkan diri sendiri :


motivasi, motivasi mengalahkan diri sendiri, mengalahkan diri sendiri

1. Jangan Mudah Tersinggung.


Semakin tinggi Anda menjunjung ego pribadi, semakin mudah Anda merasa tersinggung atas kata-kata atau sikap orang lain. Ini bukan berarti Anda lalu tidak boleh merasa keberatan kalau ada orang yang bersikap tidak baik kepada Anda. Boleh saja, tapi jangan biarkan sikap orang lain menentukan bagaimana reaksi dan tindakkan Anda.

Biarlah Anda bereaksi dan bertindak dengan pikiran yang dewasa. Ingatlah juga bahwa adakalanya orang lain tidak menyadari atau tidak tahu kalau sudah menyakiti hati Anda. Dengan begitu, alangkah lebih bijak kalau Anda bisa lebih memiliki sikap rendah hati dan mau memahami orang lebih dulu.

2. Hidup Bukan Selalu Tentang Menang Kalah


Banyak orang memandang hidup sebagai menang kalah. Akibatnya, kalau orang lain unggul atas dirinya, dia merasa menjadi pecundang. Tidak ada kata mengalah dalam hidupnya karena dia menganggap hal itu sama dengan dia menjadi pihak kalah. Entah itu dalam berbicara, dalam mengutarakan ide atau pendapat, dll. Belajarlah untuk menyadari bahwa yang penting bukan ”saya” atau ”dia” yang menang, tetapi relasi atau ”kita” yang menang.

3. Yang Baik Bagi Anda, Belum Tentu Baik bagi Tuhan


Begitu juga sebaliknya, yang baik bagi orang lain, belum tentu baik bagi diri Anda. Kalau begitu, untuk apa Anda memaksakan ide atau pendapat Anda untuk harus dilakukan oleh orang lain? Bahkan untuk apa Anda harus memaksa orang lain untuk mengakui bahwa Anda lebih baik atau lebih benar dari mereka? Dengan mengupayakan kebersamaan tantunya tidak akan ada ke-akuan.

4. Mengalahkan Diri Sendiri Dari pada Mengalahkan Orang Lain


Berusaha menjadi pribadi yang lebih baik, yang memiliki kehidupan perekonomian lebih baik, dan sebagainya, tentu sah-sah saja. Tetapi, dari mana Anda bisa menilai Anda sudah lebih baik dari sebelumnya? Kalau patokan Anda masih hanya orang lain, kalau Anda ingin lebih sukses hanya agar bisa menunjukkan kalau Anda lebih baik dari seseorang, misalnya, maka itu bisa bahaya karena motivasi Anda hanya ego. Boleh saja Anda termotivasi dengan perjuangan dan sikap atau kesuksesan orang lain, tapi bukan untuk membanggakan diri di depan mereka.

Lebih baik, motivasi Anda adalah untuk ”mengalahkan” diri sendiri atau untuk mengeluarkan potensi terbaik yang Tuhan sudah taruh dalam diri Anda.

5. Bukan Apa Yang Kita Dapat. Tapi Apa Yang Kita Bagikan


Inilah prinsip penting yang akan menghindarkan Anda dari sikap egois. Selama Anda menilai diri (atau orang lain) hanya berdasar dari apa yang didapat, maka Anda akan selalu menuntut dan menuntut. Bukankah banyak orang juga seperti itu? Mereka hanya menuntut orang lain dan apa yang harusnya mereka dapatkan (bahkan ada yang extrim termasuk menuntut Tuhan) dan tidak peduli kalau dia tidak berkembang.

Sebaliknya, yang sudah memiliki banyak hal juga tidak pernah mau berbagi dan memberi karena dia merasa itu haknya. Sering terjadi. Dan dari sinilah sering muncul konflik. Jika sudah begini sebaiknya lebih banyak berdoa, supaya jika ada yang rusak dalam diri kita Tuhan bisa menunjukan dan memperbaikinya.
 

6. Belajar Mendengar


Orang egois, biasanya hanya mau didengar tanpa mau mendengar. Ini memang masih berhubungan dengan nomor 5, bahkan dapat dikatakan ini adalah praktek paling sederhana dari nomor 5. Kalau untuk mendengarkan, untuk menerima pendapat orang lain, memberi kesempatan orang lain menyatakan pendapatnya saja tidak mau, sangat mungkin Anda akan sulit berbagi dan memberi apapun kepada orang lain.

Mari belajar berbagi dengan orang lain, memikul beban orang lain, ikut merasakan suka duka orang lain, supaya kita tidak menjadi orang yang EGOIS.

Kemenangan sejati bukanlah kemenangan atas orang lain. Namun, kemenangan atas diri sendiri. Berpacu di jalur keberhasilan diri adalah pertandingan untuk mengalahkan rasa ketakutan, keengganan, keangkuhan, dan semua beban yang mengikat diri di tempat start.

Jerih payah untuk mengalahkan orang lain sama sekali tidak berguna. Motivasi diri sendiri tidak seharusnya lahir dari rasa iri, dengki, atau dendam. Keberhasilan sejati memberikan kebahagiaan yang sejati, yang tak mungkin diraih lewat niat yang ternoda.

Pelari yang berlari untuk mengalahkan pelari yang lain, akan tertinggal karena sibuk mengintip laju kawan-kawannya. Pelari yang berlari untuk memecahkan rekor-nya sendiri tidak peduli apakah pelari lain akan menyusulnya atau tidak. Tidak peduli di mana dan siapa lawan-lawannya. Ia mencurahkan seluruh perhatian demi perbaikan catatannya sendiri.

Motivasi mengalahkan diri sendiri Ia bertanding dengan dirinya sendiri, bukan melawan orang lain. Karenanya, ia tak perlu bermain curang. Keinginan untuk mengalahkan orang lain adalah awal dari kekalahan terhadap diri sendiri.

Baca juga : Gagal bukan berarti kehilangan segalanya
the-BC

0 komentar:

Posting Komentar