Sabtu, 22 Juni 2013

contoh resensi fiksi

HIDUP CINTA DAN PENGORBANAN
RESENSI FIKSI
DISUSUN OLEH
HASRIL
NPM 201241038



UNIVERSITAS KALTARA TANJUNG SELOR
JURUSAN EKONOMI
FAKULTAS MANAJEMEN
2013



1. Identitas Buku

  • Judul buku : RINDU CALLISTA, Jalan panjang menggapai cinta
  • Penulis : Abhie Alhabar
  • Editor : AM Neswara
  • Penerbit : Belia [Kelompok Pustaka alvabet]
  • Cetakan : I, Januari 2010 
  • Ukuran buku : 13 x 20 
  • Jenis kertas : Kertas biasa
  • Jenis Cover : Soft Cover 
  • Jumlah Halaman : 376 halaman
  • Harga : Rp. 49.000
  • ISBN : 978-979-19202-1-6
  • Gambar Sampul : dua orang cewek yang berbeda, seorang cewek   menggunakan jilbab menggunakan baju gamis berwarna oranye, dan yang satunya lagi menggunakan baju warna hitam.

2. Pembukaan

Abhie Albahar ini lahir di Bekasi pada 18 April 1983. Sejak kecil ia memang sudah mencintai karya seni terutama sastra. Abhie berkesempatan mendapatkan beasiswa pendidikan dari DEPDIKNAS Pusat Bahasa untuk memperdalam ilmu sastra dan menjadi salah satu anggota ‘Bengkel Sastra’. Dari sinilah kemudian ia semakin bersemangat mengembangkan bakat dibidang  sastra khususnya puisi, cerpen, naskah teater, penulis cerita dan skenario hingga novel. Pada tahun 2002 hingga awal 2004, ia sempat terjun ke bidang perfileman sebagai penulis magang di salah satu PH di Indonesia sekaligus anggota kru film.
Usai Bengkel Sastra, Abhie yang bermukim di Bekasi ini memutuskan bergabung dengan ‘Teater Keliling’ dan sempat mementaskan naskah teater perdananya yang berjudul ‘Qur’an dan Koran’ (1999).
Karya-karyanya yang lain meliputi karya skenario cerita lepas; diantaranya ‘Masih Adakah Senyum Untukku’ (2004), ‘Janji Untuk Cinta’ (2004), ‘Tiada Yang Seperti Kamu’ (2007), dan ‘Romantic Bukan Sekedar Cinta’ (2008); cerpen berjudul ‘Sejuta Keinginan’ (2008), beberapa puisi diantaranya: ‘Aku Ingin Selalu Bersamamu Selamanya’, ‘Pesan Terakhir’; dll. Beberapa novel yang pernah ditulis adalah: ‘Red Diary’ (2006), ‘If Love Don’t Be Angry’ (2008).

3. Sinopsis

Rindu adalah seorang anak yang dibuang oleh orang tua kandungnya sendiri di tengah jalan lalu diambil dan diadopsi oleh Pak Sobari, seorang pria muda yang kaya raya. Kehadiran Rindu di tengah keluarga Pak Sobari memicu konflik antara Pak Sobari dengan Istrinya, Ibu Laras, Pak Sobari ingin Rindu menjadi bagian dari keluarganya. Rasa cemburu yang berkecamuk dihati Ibu Laras membuat wanita ini merasa tidak lagi menghargai dirinya sabagai istri yang pada saat itu sedang mengandung seorang bayi mungil yang kelak akan dilahirkan ke muka bumi ini.
Hingga beranjak remaja kedua anak Pak Sobari itu pun tumbuh menjadi pribadi yang berbeda karakter yang bertolak belakang. Callista, anak kandung dari Pak sobari dan Ibu Laras, tumbuh menjadi gadis yang cantik dan menawan. Namun kecantikan yang dimilikinya, bukan membuat ia semakin bersyukur atas karunia yang telah diberikan oleh Allah padanya. Ia justru memanfaatkan dengan menggaet setiap laki-laki yang mendamba akan kecantikan fisik yang ia miliki.
Sifat  buruk Callista itu, justru bertolak belakang dengan puteri angkat keluarga Pak Sobari. Rindu gadis yang alim dan sholehah serta taat beribadah juga santun dalam berbusana. Sifat yang berbeda itulah membuat keduanya saling mengigatkan akan tabiat masing-masing.
Sementara itu Ibu Laras, yang pernah membenci sosok Rindu karena menyangka sebagai penyabab kamatian sang suami yang juga penyebab kehancuran usaha yang pernah dirintisnya, perlahan mulai mencintai dan menyayangginya meski masih terkesan sacara diam-diam Ibu Laras pulalah yang mengetahui siapa sosok kedua orang tua kandung Rindu yang sebenarnya itu ia ketahui ketika ada seorang ibu kandung Rindu yang telah membuang anaknya itu di pinggir jalan. Ibu Laras juga mengetahui kalau Almarhum Pak Sobarilah yang akhirnya mengadopsi anak wanita tersebut yang dia kenal bernama Rindu. Perempuan itu akhirnya meninggal dunia tertabrak kendaraan usai melontarkan pengakuan yang cukup mencengangkan bathin Ibu Laras. Dari cerita itulah, Ibu Laras mengetahui apa yang menyebabkan ia sampai hati membuang anak kandungnya sendiri, Wanita itu adalah adalah korban pemerkosaan dari seorang laki-laki yang tidak bertanggung jawab bernama Fadli yang diketahui Ibu Laras telah menikah dan hidup bahagia dengan seorang wanita lain. Ditambah lagi, kehidupan Rindu yang sangat sederhana namun tetap sabar dalam menjalani hidup, akhirnya mempertemukan dia dengan seorang wanita tua yang kaya raya namun hidup sebatang kara di tengah penyakit mematikan yang hendak merenggut nyawanya. Dengan segala ketulusan hati dan kesabaran, Rindu pun merawat wanita tua itu hingga menjelang ajal tiba. Sebelum meninggal, wanita tua itu mewasiatkan agar seluruh hartanya dihibahkan pada yayasan anak yatim piatu dan orang jompo juga pada Rindu yang telah merawat dirinnya. Dari situlah, cahaya cinta Ibu Laras pada Rindu mulai bersemi. Perekonomian keluarga Ibu Laras yang kalah itu tengah morat-marit, berhasil didongkrak oleh wujud  cinta kasih Rindu pada wanita tua itu yang akhirnya membuahkan sebuah rumah yang layak huni.
Di tengah cintanya yang mulai bersemi pada sang anak terbesit ide untuk menjodohkan Callista, Puterinya yang hidup secara ugal-ugalan pada seorang pemuda alim bernama Ahmad Firdaus, teman bermain Callista dan Rindu sewaktu kecil. Callista yang mengetahui masa mudah pemuda itu super jeluk dan jorok juga bau. Callista tidak menerimanya dan mengajukan protes pada sang bunda. Callista menolak perjodohan itu. Menurutnya, Ahmad Firdaus bukanlah kriterianya. Dari situlah muncul konflik baru antara Ibu Laras, Callista dan Rindu. Sosok Ahmad Firdaus tampil di hadapan keluarga tersebut dengan melempar pesona yang sungguh memukau benak Callista. Callista mendecak kagum dengan penampilan dan fisik dari pemuda yang pernah dibencinya semasa kecil itu. Cinta pun mulai bersemi dihatinya. Callista pun lupa dengan perjanjian yang diucapkan di hadapan sang bunda dan Rindu pada saat mereka berkonflik. Ibu Laras terpaksa mengantikan sosok Callista buat Ahmad Firdaus pada Rindu, sebelum akhirnya Callista mengetahui sosok Ahmad Firdaus yang sebenarnya.
Perjuangan untuk mendapatkan cinta sang pemuda alim itulah yang perlahan menghantarkan Callista menemukan jalan Tuhan yang lurus. Perlahan namun pasti, ia pun  mulai merubah tabiatnya yang dulu cuek dan masa bodoh akan ajaran agama, bahkan Abiem, kekasihnya, diam-diam mulai mengikuti jejaknya demi mendapatkan cinta sang pujaan hati kembali.
Sampai di suatu ketika ada kejadian yang akhirnya merubah pola hidup Callista yang berliku, menjadi lebih baik dari sebelumnya. Sebuah kejadian yang sempat membuatnya sangat malu. Mulai dari mimpi buruk yang sering hadir dalam tidurnya sampai sebuah kejadian di acara Maulid Nabi yang di adakan keluarga Ahmad Firdaus yang membuatnya terasa tersengat aliran listrik ribuan volt.
Perlahan tapi pasti, ia pun mulai mencintai ajaran agama yang dulu sering ia acukan. Pergulatan batin pun akhirnya membuat ia memutuskan bergabung dengan komunitas rohis. Ia yang sempat bikin jengkel guru agamanya kini berubah bak seorang santri nan santun dan mulai meninggalkan komunitas gaul yang menjerumuskannya. Ia mulai menutup aurat tubuhnya yang dulu ia umbar dengan mengunakan jilbab dan pakaian tertutup. Namun sayang, semua itu masih dilakukannya untuk menarik hati sang pemuda yang kini menjadi incarannya.
Allah pun menguji keimanan yang ia miliki. Callista mendengar pembicaraan dari keluarga Ahmad Firdaus dan ibunya yang tengah membicarakan prihal perjodohan antara Rindu dan pemuda yang selama ini diincarkan. Kenyataan itu membuat hancur. Namun lebih teriris lagi, ketika mendengarkan pengakuan Rindu yang menolak pinangan dari keluarga Ahmad Firdaus dan mengetahui penolakan lamaran Rindu tersebut hanya karena ingin menjaga perasaannya.
Sejak saat itulah, Callista berniat untuk menumui Ahmad Firdaus di sebuah tempat yang akhirnya diketahui Ibu Laras sebagai bentuk pengkhianatan Callista terhadap sumpah yang pernah dilontarkan padanya waktu itu. Ia mengira, bahwa keputusan Rindu menolak lamaran Ahmad Firdaus karena pengkhianatan yang dilakukan Callista. Prasangka buruk itulah yang menghantarkan konflik yang sangat rumit antara Callista dengan sang bunda.
Konflik tersebut membuat Callista akhirnya pergi dari rumah. Saat pergulatan bathinnya yang tidak menentu itu, ia sempat dihadang oleh sekelompok pemuda yang ingin memperkosanya. Ia pun ditolong oleh para pemuda di sebuah pesantren. Disinilah ia bertemu dengan sosok pemuda melankolis bernama Syaiful Akbar. Syaiful Akbar juga mengalami masa lalu yang juga cukup rumit. Ia pernah dikhianati oleh kekasihnya yang berselingkuh dengan sahabatnya sendiri. Cukup lama tinggal di lingkungan pesantren, membuahkan kerinduan akan sosok ibunya. Callista pun berniat pulang.
Callista pun kembali ke pelukkan sang bunda tepat di malam hari raya, dikala kumandang takbir bergema ke seluruh penjuru dunia. Usai kejadian itu, Callista berusaha membujuk Rindu untuk menerima pinangan dari Ahmad Firdaus meski getir hatinya tak terelakkan lagi. Ia berhasil membujuk Rindu untuk menerima pinangan Ahmad Firdaus. Namun ujian tak berhenti sampai disitu saja, Rindu mengidap penyakit mematikan yang bersarang dikepalanya. Kanker ganas yang belakangan diketahui sabagai penyabab rasa nyeri di kepalanya itu, membuat ia tak berani berkomitmen merajut tali pernikahan dengan Ahmad Firdaus atau laki-laki manapun. Namun demikian, Ahmad Firdaus pun berhasil meruntuhkan kekerasan dinding hati Rindu yang sempat bertahan dengan pendiriannya untuk tidak menikah dengan dirinya, mengingat hidupnya tidak akan bertahan lama.
Di hari-hari menjelang pernikahannya, Ibu Laras meminta sang ayah untuk sekedar meminta restu sekaligus menjadi wali nikah dirinya. Kenyataan pahit pun kembali diterima oleh Rindu. Sang ayah ternyata diketahui telah meninggal dunia dan keluarganya telah pergi entah kemana tanpa di ketahui keberadaannya. Pernikahan itu pun terjadi setelah Rindu mendapat wali nikah untuk dirinya. Hancur dan terlupakanya hati Callista melihat semuanya itu. Namun ia berusaha tegar untuk menerima kenyataan yang menghampirinya. Ia berharap, agar Allah memberi kekuatan untuk menerima taqdirnya. Ditengah kesedihannya itu, tanpa sengaja dua sosok laki-laki yang pernah ada dalam hidupnya dan sempat mengisi hatinya, hadir dengan pesona yang berbeda dan mampu menggugah hatinya untuk kembali merajut tali cinta. Abiem tampil dengan pesona anak santri yang memikat hati Callista usai pulang dari pondok pesantren tempatnya menimbah ilmu agama. Sementara Syaiful Akbar, hadir membuat kehangatan dan kedamaian cinta pada dirinya di tengah karamaian acara resepsi pernikahan antara  Rindu dan Ahmad Firdaus.  

4. Unsur Intrinsik yang dinilai

  • Tema : Tema dalam novel ini adalah seorang cewek, Callista yang cantik. Tapi Rindu, saudaranya, sungguh cupu, tak kenal mode, apalagi gaya terbaru. Ia mengabdikan hidupnya untuk kebaikan semata. Baginya segala hal dalam hidup adalah sarana beribadah kapada Allah SWT. Sementara Callista menghabiskan sebagian besar waktunya untuk bersenang-senang. Menikmati hidup, katanya. Tak mengherankan kalau dirinya begitu populer di sekolah dan menjadi incaran banyak kaum Adam. Sampai tiba waktunya, seorang pemuda saleh, tampan, dan penuh daya tarik mengubah segalahnya. Cinta pun bersemi, hingga Callista berkorban untuk belajar agama, membeli kaset islami, membeli buku islam dengan mengunakan uang tabungannya sendiri, demi mengejar cintanya kapada pemuda saleh tersebut.
  • Amanat : dalam menjalani hidup ini kita harus selalu berikhtiar kepada Allah SWT, berserah diri dengan menyerahkan semua urusan duniawi kita kepada-Nya. Kita hanya bisa berusaha dan berdoa. Karena urusan rejeki, jodoh dan umur hanya Allah lah yang mengetahuinya.
  • Alur : Alur yang digunakan dalam novel ini adalah alur maju dan mundur. Alur majunya adalah ketika Rindu ditemukan oleh Pak Sobari di sebuah halte di pinggir jalan kemudian mengadopsi Rindu menjadi anak angkat hingga ia menikah dengan seorang pemuda saleh. Sedangkan alur mundurnya adalah ketika penulis  menceritakan kembali tentang asal usul Rindu dan orang tuanya, hingga ia di simpan di sebuah halte di pinggir jalan.
  • Latar/setting : latar dalam novel ini ada tiga, yaitu latar tempat, latar waktu, latar suasana. Misalnya latar tempat, di rumah, di madrasah, di sekolah, di surau, di rumah sakit dan di pesantren. Latar waktu, subuh, pagi, siang, sore, dan malam. Sedangkan latar suasana, senang, mencekam dan sedih.
  • Penokohan :
    1. Protagonis diperankan oleh Callista yang menjadi  objek sebagai wanita cantik, manja dan selalu mengikuti kemahuannya. ( Hal tersebut di jelaskan dalam novel  pada hal 27-28 “ Karena ini versi penulis yang lagi menulis novel yang tokoh utamanya Callista, maka si tokoh bernama Callista lah yang menjadi objek sebagai wanita tercantik abad ini....” )
    2. Antagonis diperankan oleh Ibu Laras karena tokoh ini memiliki sifat pemarah dan emosional.
    3. Tritagonis diperankan oleh cewek yang bernama Rindu, kerena Rindu memiliki sifat yang penyabar. Sehingga ia bisa menjadi penegah dari masalah yang dihadapi tokoh utama.
  • Karakter : Karakter yang ada dalam novel ini, terlihat pada peran yang dilakonkan oleh tokoh yang bernama Rindu yang merupakan peran tritagonis dalam cerita ini karena ia dapat menguasai setiap peran yang akan diperankannya, pada saat tokoh utama sedih ia akan sedih, pada saat senang ia akan senang, dan pada saat marah ia pun akan marah. Semuanya tergambar pada setiap cerita.
  • Sudut Pandang Pencerita : Sudut pandang yang digunakan dalam novel ini adalah sudut pandang orang ketiga, karena dalam novel ini pencerita tidak terfokus pada satu tokoh. Tetapi tokoh-tokoh yang lainnya pun terlibat dari hal yang diceritakan dalam novel ini.
  • Kebahasaan : gaya bahasa dalam novel ini tidak menggunakan bahasa indonesia yang baik dan benar, tetapi sangat mudah untuk dipahami oleh pembaca. Khususnya untuk kalangan remeja. Dan banyak menggunakan bahasa inggris dan bahasa arab, sehingga dapat menambah ilmu pengetahuan.

5. Isi Resensi

  • Kelebihan 

Tema yang ada dalam novel ini sangat cocok di baca oleh kalangan remaja. Karena apa yang ingin disampaikan penulis ditujukan oleh para remaja. Dari awal sampai akhir cerita sangat nyambung dan tidak membosankan. Novel yang bertema “ hidup, cinta, dan pengorbanan” sangat sesuai dari awal sampai akhir. ( Hal tersebut di jelaskan pada novel hal 367 “ dari kesimpulan itulah, ia berpendapat bahwa untuk menggapai cinta yang diridhai oleh Allah memang akan ada jalan panjang untuk meraihnya” ).
Amanat yang disampaikan dalam novel ini adalah dengan menyerahkan semua urusan duniawi kepada Allah SWT. ( Hal tersebut dijelaskan pada novel hal 237-238,
“ Di sini... aku tak lagi berdiri sebagai hamba-Mu yang kuat ya Allah. Semua telah rapuh termakan waktu yang kian menyusut dan mengiris batin ini Aku tak mampu melawan takdir-Mu, namun aku juga takut menyakiti adikku yang sangat aku sayangi. Diantara dua pilihan, harus ada salah satu yang dikorbankan. Tapi siapa? Menerima pemuda yang sangat dicintai adikku sebagai suamiku? atau mengorbankan semua perasaanku ini demi sang adik? Aku sungguh tidak bisa menentukan apalagi memutuskan pilihan itu. Aku mohon petunjuk-Mu ya Allah... agar bisa mengambilkan keputusan yang tepat dan terbaik tanpa harus ada yang tersakiti. Tolon aku ya Allah...
Jerit suara hati Rindu seakan mewakili segala kegundahan yang tengah ia rasakan...
Demikian juga dengan Callista. Bak hamba Allah yang ingin berniat tulus kembali kepada jalan-Nya, ia berusaha menjalankan niatnya untuk taubat nasuha...” )
Novel ini juga banyak mengandung nilai-nilai islami ( Hal tersebut dijelaskan dalam novel pada hal 190 “ Abiem, salat itu selain sebagai tiangnya agama dalam menegakkan sebuah kebenaran hukum islam, juga salat itu bisa mencegah perbuatan keji dan mungkar. Dan itu sangat jelas diterangkan dalam al-Quran.... “ )
Latar/ setting pada novel ini sangat jelas, dan disertai dengan kata-kata puitis yang indah, sehingga pembaca tidak bosan  dalam membaca novel ini. Misalnya latar waktu (hal tersebut dijelaskan dalam novel ini pada, misalnya : “ Hujan deras masih mengguyur permukaan bumi, angin berembus kencang meniup dedainan hingga bergoyang-goyang. Sesekali terdengar suara guntur bergemuruh, menambah kelam suasana malam yang mencekap itu. “ Hal 10, “ subuh berlalu berganti pagi cerah dan indah. Burung-burung berkicau dengan riangnya di atas pepohonan yang rindang. Dedaunan yang lebat bergoyang-goyang tertiup embusan angin sepoi-sepoi basah yang lamat-lamat menjelma menjadi butir kesejukan saat setetes embun jatuh ke permukaan tanah. Cahaya mentari masih enggan membiaskan sinarnya ke hamparan tanah, namun suasana pagi sufah bisa memecahkan gemerlap lampu-lampu listrik yang mulai meredup. Kibasan angin yang menerpa diantara pucuk dedaunan yang menghijau, menggulur senda yang tertoleh di pagi indah ini. “ Hal 14, “ suara bedug adzan magrib menggema bertalu-talu ke seluruh penjuru alam. Gelap pun mulai menyelimuti permukaan bumi yang hening diterpa angin dingin yang berembus halus meniup dedaunan cahaya lampu listrik berpadu dengan indahnya bias rembulan dan cahaya bintang-bintang yang kerlap-kerlip dengan biduk pijarnya yang menerangi panorama alam raya “ Hal 96-97.


  • Kekurangan
Alur pada novel ini tidak teratur, sehingga pembaca binggung untuk memahami jalan cerita yang disampaikan penulis. Karena alur novel ini menggunakan alur maju dan alur mundur. Misalnya alur maju, ketika Pak sobari menemukan sosok gadis mungil di sebuh halte. ( Hal ini dijelaskan dalam novel pada hal 1. “ Hujan deras mengguyur jalan raya di tengah kota yang sepi. Saat malam mulai merangkak ke peraduan. Hanya beberapa kendaraan mobil saja yang sesekali melintas di jalan beraspal yang becek oleh air hujan itu. Sesekali guntur bergemuruh diantara riuh malam yang dingin. Sebuah mobil sedan warna hitam metalik cepat di jalan itu. Sosok laki-laki peruh baya tengah asyik menyetir sembari pandangan terus menatap ke depan. Ketika melewati sebuah tikungan jalan yang sepi, tepat di sebuah halte, sosok matanya yang teduh menangkap sosok gadis manis kecil dan mungil yang berdiri menggigil kedingginan sambil menangis histeris memecahkan keheninggan malam yang gulita... “ )
Sedangkan alur mundurnya, ketika seorang wanita muda bertamu kerumah Ibu Laras yang mengaku sebagai ibu kandung Rindu. ( Hal ini dijelaskan dalam novel pada hal 130. “ “ Saya adalah ibu kandung Rindu. Saya jualah yang membuang Rindu sewaktu kecil di pinggir jalan, dan saya pun mengetahui kalau keluarga Andalah yang telah mengadopsi anak saya sewaktu kecil hingga sekarang ini. Saya minta maaf karena telah menelantarkan darah daging saya sendiri. Saya khilaf. Saya cuman binggung karena harus menanggung beban seberat ini di usia mudah. Saya belum siap, Bu.... “ Ucapan itu terdengar lirih dan menyayat hati Ibu Laras yang ketika itu tengah menerima tamu tak diundang. Seorang wanita muda yang mengaku sebagai ibu kandung Rindu. Tangis wanita muda it pecah tak tertahankan. Batin menjerit hebat ketika menyadari kekhilafan yang telah membuang Rindu di pinggir jaln saat hujan lebat. “ )

6. Kesimpulan/ Kelayakan Buku

Setelah novel ini saya baca dari awal sampai akhir, saya dapat menyimpulkan novel ini dapat dibaca oleh  para remaja. Dikarenakan novel ini dapat memberikan ilmu, masukan, dan pelajaran. Dalam hidup ini manusia selalu dihadapi oleh berbagai masalah. Termasuk dalamnya adalah masalah cinta. Untuk mendapatkan cinta yang sesungguhnya, tidaklah semudah membalikan telapak tangan. Untuk mendapatkannya itu harus diperlukan pengorbanan dan usaha. Disamping itu kita juga harus senantiasa berdoa kepada Allah AWT agar diberikan kemudahan dalam menjalani hidup ini. Kerena hanya kepada Dia lah kita berserah diri.

0 komentar:

Posting Komentar