Rabu, 10 Januari 2018

STUDI KASUS EPISTEMOLOGI INSTITUT AGAMA ISLAM DARUSSALAM CIAMIS




STUDI KASUS EPISTEMOLOGI INSTITUT AGAMA ISLAM DARUSSALAM CIAMIS



Riview Jurnal            :    PENGEMBANGAN EPISTEMOLOGI FEMINIS DALAM KAJIAN ISLAM DI PERGURUAN TINGGI INDONESIA: Studi Kasus Program Studi Akhwal Syaikhsiyah Institut Agama Islam Darussalam Ciamis.


Vol/Hal           : 12. No.1/259
Tahun              : 2017
Penulis             : Sumadi
Periview          : Ani Nuraeni
Prodi/smt         : AS/V
Tanggal           : 5 januari 2018


Abstrak:
Masalah pokok yang dibahas dalam kajian ini adalah pengembangan epistemology berperspektif feminis dalam ranah akademis. Di Indonesia bias gender masih mendominasi kajian Islam. Program Studi Ahwal Syaikhsiyah di perguruan tinggi Islam di Indonesia termasuk yang memiliki keeratan dengan internalisasi nilanilai kesetaraan gender. Sebab pada program studi ini matakuliahnya terkait dengan keluarga dan relasirelasi dalam keluarga menurut hukum Islam.


Pendahuluan

Fakultas Syari’ah program studi Ahwal Syaikhsiyah Institut Agama Islam Darussalam (IAID) Ciamis menjadi salah program studi yang mengkaji hukum keluarga Islam dengan mendasarkan pada pengembangan epistemologi berperspektif feminis di Indonesia. Sebuah perspektif kritis yang bertujuan untuk mengubah keadaan atmosfir akademik yang cenderung berpihak pada salah jenis kelamin tertentu menuju keadaan yang berkesetaraan. Padahal perspektif feminis dalam dunia akademik belum mendapat sambutan yang serius dari perguruan tinggi Islam. Cara pandang yang patriarki masih mendominasi atmosfir akademik perguruan tinggi Islam. Kajian Islam yang menjadi basis kajian hukum keluarga Islam di Fakultas Syari’ah khususnya program studi Ahwal Syaikhsiyah masih merujuk pada sumber  fiqhfiqhPadahal jika melihat perempuan dalam fiqh, maka perempuan ditempatkan sebagai objek lakilaki, posisinya sebagai domestik, dan dalam konteks sosial harganya setengah dari lakilaki dan kuasanya di bawah lakilaki.


Akar Pengembangan Epistemologi Feminis dalam Kajian Islam
Para feminis muslim meyakini bahwa kesetaraan gender adalah misi yang dibawa oleh
Rasulullah SAW. Secara teologis ayatayat AlQur’an dan hadist dipandang memiliki keberpihakan yang kuat terhadap pembelaan atas penindasan terhadap perempuan. Oleh karena itu gender masuk dalam kajian Islam didasari oleh keyakinan bahwa Islam adalah agama yang sejak disebarkan risalahnya oleh Nabi Muhammad SAW memberi perhatian yang serius untuk melakukan pembebasan terhadap perempuan sebagai kaum yang tertindas. (Butuh data fiqh daurah perempuan). Namun harus diakui secara akademis gender masuk dalam kajan Islam seiring dengan perkembangan gerakan feminis di Barat. Pengembangan epistemologi feminis yang dikembangkan dalam dunia akademik berakar pada gerakan politik aktivis perempuan yang memberikan kritik pada secara luas terhadap ilmu sosial pada tahun 1970an. Para aktivis perempuan memberi alternatif penelitian dengan menggunakan model feminis. Pada tahun 1980an para ilmuwan sosial juga telah memberikan kritik atas ilmu sosial yang bias androsentris. Teoriteori lama dan metodologi dalam ilmuilmu sosial dipandang tidak efektif menyuarakan dan menggambarkan pengalaman perempuan6. Penelitianpenelitian yang dihasilkan oleh para ilmuwan cenderung memperkuat dominasi lakilaki atas perempuan. Dunia akademik pada generasi awal menempatkan lakilaki dalam konstruksi ilmu pengetahuan sebagai jenis kelamin yang superior disbanding dengan perempuan, sehingga secara sistematis membangun epistemologi yang bias gender.


Pengembangan epistemologi feminis di Program Studi Ahwal Asyaikhsiyah IAID Ciamis
melalui berbagai program kegiatan. Di antara programprogram yang dijalankan adalah
sebagai berikut:
1. Pendirian Pusat Studi Perempuan.
Pusat Studi Perempuan (yang kemudian disingkat PSP) di Institut Agama Islam Darussalam Ciamis (yang kemudian disingkat dengan IAID Ciamis) digagas langsung oleh rektor. Dengan berlatarbelakang sebagai akademisi alumnus pendidikan doktor dari Universitas Gadjah Madha Yogyakarta, pemahaman yang memadai tentang multikulturalisme dan kesetaraan gender, rektor mendirikan PSP sebagai episentrum pengembangan kajian Islam yang berperspektif feminis. Oleh karena itu PSP diposisikan menjadi motor penggerak bagi program studi di lingkungan IAID Ciamis untuk mengembangkan kurikukulum, pembelajaran, kajian, dan penelitian yang berperspektif feminis kajian Islam. Program yang dilaksanakan yaitu dengan kajiankajian, studium generale dari ahli, diskusi khusus dengan para dosen, dan diskusi khusus dengan para mahasiswa. Dampak dari berbagai program kajian gender memberi perspektif baru bagi civitas akademika di lingkungan IAID Ciamis.

2. Pengembangan Kurikulum Berper spektif Gender.
Kurikulum menjadi dasar pengembangan epistemologi feminis. Dengan asumsi bahwa kurikulum yang ada didominasi oleh budaya patriarki. Kurikulum menjadi panduan normative terjadinya ketidaksetaran gender. Kurikulum menjadi proses sosialisasi dan penyemaian ideologi patriarki secara sistematis di lingkungan akademik. Dalam kerangka Althuser (1969) kurikulum perkuliahan yang patriarki menjadi aparatus yang memagari, mendoktrinasi, dan membuat subyeksubyek di dalamnya mengalami ketidaksadaran mendalam untuk hidup dan memperjuangkan ideologi patriarki.
Secara keseluruhan kurikulum yang dirancang di Fakultas Syari’ah Program Studi Ahwal Syaiksiyah IAID Ciamis pada awalnya tidak memperhatikan keberpihakan kajian yang berivisi pada keadilan dan kesetaraan perempuan dan lakilaki.




3. Pembelajar an Kuliah Ber per spektif Gender.
Sesuai dengan review kurikulum bahwa tujuan utama program studi Akhwal Syaiksiyah menggunkan perspektif feminis dalam kajiankajian Islam ntuk memberikan perspektif baru  dalam pembelajaran. Pembelajaran menjadi bagian dari perjuangan mewujudkan keadilan dan
kesetaraan gender. Melalui pembelajaran proses sosialisasi dan internalisasi nilainilai kesetaraan gender dapat dilakukan secara sistematis dan natural.  

4. Pengembangan kapasitas dosen.
Pengembangan kapasitas dosen untuk memahami epistemologi perspektif feminis dalam kajian Islam dilakukan dengan beberapa program di antaranya: pertama, pengiriman dosendosen pada pelatihanpelatihan gender. Pengiriman dosen ke berbagai pelatihan gender dimulai tahun 2008 pada acara pelatihan metodologi sensitivitas gender kerjasama Puslitban Kementerian Agama RI dengan Fahmina Institut. Pada tahun 2010 pengiriman dosen pada Shortcourse Metodologi Penelitian Berpespektif Gender kerjasama Pusat Studi Wanita universitas Indonesia dan Direktorat Pendidikan Tinggi Islam Kementerian Agama. Pada tahun yang sama juga dikirimkan dosen ke arena Kongres Perempuan di Pusat Studi jepang Universitas Indonesia yang diselenggarakan oleh Komisi Nasional Perlindungan Perempuan. Kedua, pelibatan dosen pada kepengurusan Pusat Studi Perempuan. Dengan model pelibatan sebagai pengurus menjadi proses penguatan kapasitas para dosen untuk menguasai perspektif feminis dalam kemampuan akademik.

5. Pengembangan r iset ber per spektif feminis.
Tahapan yang selanjutnya setelah penguatan dalam pembelajaran dan pengenalan penelitian berperspketif gender adalah dengan mengaplikasikan analisis gender dalam bentuk penelitian. Dalam pandandangan para feminis bahwa kajian dan riset agama dengan menggunakan perspektif feminis merupakan sebuah transformasi kritis dari perspektif teoriteori yang telah ada dengan menggunakan gender sebagai kategori analisis utamanya. Oleh karena itu berbagai metode penelitian kualititatif yang menjadi ciri khas di Program Studi Ahwal
Syaiksiyah dielaborasi dengan gender sebagai alat analisis. Implikasinya dapat memudahkan
para mahasiswa dan dosen dalam proses melakukan penelitian.


Kesimpulan
Pengembangan epistemologi feminis menjadi keniscayaan di perguruan tinggi Islam
di Indonesia. Walaupun berbagai kebijakan negara telah mendorong kesetaraan dan keadilan
gender, akan tetapi kecenderungan teologis normatif yang misoginis masih mendominasi
kajian Islam. Penguatan ideologi anti kesetaraan dan keadilan gender di perguruan tinggi
Islam dan di ruangruang
kelas seiring dengan penguatan gerakan islamisasi dunia kampus
dengan jargon kembali pada sumber ajaran Islam AlQur’an
dan hadis. Proses penguatan
didukung oleh gerakan organisasi masyarakat Islam yang menjadi tempat bernaung dosen dan
pengelola perguruan tinggi.

0 komentar:

Posting Komentar