BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Undang-Undang Republik Indonesia tentang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003 pasal 3 menyatakan bahwa: Pendidikan nasional berfungsi untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Sejalan dengan Undang-Undang tersebut, maka sistem pendidikan di Indonesia pun kini mulai mengalami perubahan. Perubahan-perubahan yang terjadi dalam bidang pendidikan bertujuan agar pendidikan di Indonesia semakin maju dan berkembang. Yang dimaksud dengan sistem pendidikan nasional adalah keseluruhan komponen pendidikan yang saling terkait secara terpadu untuk mencapai tujuan pendidikan nasional (Undang-Undang Republik Indonesia tentang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003 pasal 1). Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1994: 453), komponen adalah bagian dari suatu sistem yang memiliki peran dalam keseluruhan berlangsungnya suatu proses untuk mencapai tujuan sistem. Jadi komponen pendidikan berarti bagian dari sistem pendidikan yang berperan dalam berlangsungnya proses pendidikan untuk mencapai tujuan. Keberadaaan komponen-komponen pendidikan tentunya sangat diperlukan untuk berlangsungnya suatu proses pendidikan.
Tanpa adanya salah satu komponen tersebut, proses pendidikan pun tidak akan berlangsung dengan baik. Apabila hal ini terjadi maka tujuan dari sistem pendidikan juga tidak akan tercapai secara optimal. Salah satu komponen penting dalam sistem pendidikan nasional ialah pendidik atau guru. Sebagai tenaga kependidikan profesional, guru dituntut untuk selalu memperbarui kemampuannya agar dapat menyesuaikan diri dengan segala perubahan yang terjadi dalam dunia pendidikan. Dalam rangka meningkatkan dan memperbaiki mutu proses pembelajaran, guru hendaknya dapat mengembangkan proses pembelajaran yang sesuai dengan standar proses pendidikan. Standar proses adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan pelaksanaan pembelajaran pada satu satuan pendidikan untuk mencapai standar kompetensi lulusan (Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan pasal 1 ayat 6). Standar proses ini berkaitan dengan pelaksanaan pembelajaran dan berisi tentang bagaimana seharusnya proses pembelajaran itu berlangsung. Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan pasal 19 ayat 1: Proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. Berdasarkan Peraturan Pemerintah tersebut, guru dituntut untuk dapat mengelola pembelajaran seperti yang dirumuskan dalam standar proses pendidikan.
Proses pembelajaran yang sesuai standar proses pendidikan dapat diwujudkan salah satunya dengan menerapkan model pembelajaran yang bervariasi dalam kegiatan pembelajaran. Model pembelajaran yang bervariasi ini dapat diterapkan di berbagai bidang studi, termasuk pada mata pelajaran matematika. Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi modern, mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin dan memajukan daya pikir manusia (Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2007). Dewasa ini perkembangan di bidang teknologi informasi dan komunikasi berjalan sangat pesat. Pesatnya perkembangan di bidang teknologi informasi dan komunikasi tersebut tidak terlepas dari perkembangan matematika di bidang teori bilangan, aljabar, analisis, teori peluang, dan matematika diskrit (Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2007). Matematika menjadi mata pelajaran yang sangat penting untuk dipelajari karena matematika senantiasa hadir dalam kehidupan sehari-hari. Sebagai pengetahuan, matematika memiliki ciri-ciri khusus antara lain abstrak, deduktif, konsisten, hierarkis, dan logis (Muhsetyo dkk 2007: 1.2).
Soedjadi dalam Muhsetyo dkk (2009: 1.2) menyatakan bahwa keabstrakan matematika karena objek dasarnya abstrak, yaitu fakta, konsep, operasi, dan prinsip. Ciri-ciri khusus matematika yang tidak sederhana menyebabkan matematika tidak mudah dipelajari. Pada akhirnya siswa pun banyak yang kurang tertarik terhadap matematika. Berdasarkan hal tersebut guru hendaknya dapat memberikan pembelajaran yang menarik bagi siswa dengan mengaplikasikan model-model pembelajaran yang bervariasi dan sesuai. Selama ini kegiatan belajar mengajar matematika di kelas masih terkesan sangat monoton dan bersifat konvensional. Hal ini dibuktikan dengan kegiatan belajarnya yang kurang bervariasi dan didominasi oleh metode ceramah saja. Siswa yang bertipe belajar auditif mungkin akan lebih mudah dalam menerima isi pelajaran apabila penyampaian materinya menggunakan metode ceramah. Namun bagi siswa yang bertipe belajar bukan auditif tentu hal ini akan menghambat dirinya dalam menerima isi pelajaran yang disampaikan oleh guru. Pembelajaran dengan metode ceramah cenderung membuat anak merasa jenuh apalagi bagi anak usia sekolah dasar. Sumantri dan Syaodih (2007: 6.3-6.4) menyebutkan empat karakteristik yang menonjol pada anak usia sekolah dasar, yaitu senang bermain, senang bergerak, senang bekerja dalam kelompok, dan senang merasakan atau melakukan sesuatu secara langsung. Penggunaan metode ceramah dalam pembelajaran matematika pun dirasa kurang menarik bagi anak sekolah dasar.
Anak akan merasa cepat bosan karena mereka kurang dapat berpartisipasi dalam kegiatan pembelajaran. Pada akhirnya anak sulit untuk memahami isi pelajaran yang disampaikan oleh guru. Dengan demikian tujuan pembelajaran untuk mengaktifkan siswa dan memberikan pengalaman yang bermakna pun sulit dicapai. Kenyataan demikian terjadi pada siswa kelas V SD Negeri 2 Kalikajar. Mereka banyak menemui kesulitan dalam pembelajaran matematika khususnya pada materi pokok sifat-sifat bangun datar. Sebagian besar siswa masih belum memahami materi tersebut dengan baik. Kesulitan ini disebabkan karena guru hanya menggunakan metode ceramah dalam menyampaikan materi pelajaran kepada siswa. Penggunaan metode ceramah ini tentu saja kurang memicu keterlibatan siswa dalam kegiatan pembelajaran.
Akibatnya siswa menjadi jenuh dan malas untuk mengikuti pembelajaran sehingga aktivitas dan hasil belajarnya pun kurang optimal. Hal ini dibuktikan dengan masih banyaknya siswa yang memperoleh nilai di bawah Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM). Berdasarkan hasil ulangan semester genap tahun 2010/2011 pada materi sifat-sifat bangun datar, dari 26 siswa yang mencapai batas tuntas yaitu 14 siswa, dan sisanya sebanyak 12 siswa tidak memenuhi batas tuntas. Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang harus dicapai siswa untuk mata pelajaran matematika adalah 60. Untuk mengatasi hal tersebut, maka guru diharapakan dapat menerapkan model pembelajaran yang dapat mendorong partisipasi siswa dan memberikan pengalaman yang bermakna. Salah satu model pembelajaran yang dapat mengaktifkan siswa, memberikan pengalaman yang bermakna, dan tidak hanya berupa ceramah saja ialah model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw.
Model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw merupakan model pembelajaran yang dapat memberikan kesempatan bagi siswa untuk bekerjasama dengan siswa lain dalam kegiatan belajarnya. Model ini juga dapat melatih kemampuan dan keterampilan siswa dalam berpikir, bekerjasama,dan berpendapat. Dalam model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw peran siswa bukan lagi sebagai objek pembelajaran, namun siswa berperan sebagai tutor bagi teman-temannya. Model ini cocok diterapkan dalam pembelajaran matematika materi sifat-sifat bangun datar dengan karakteristik materi yang banyak, berstruktur, dan dapat dibagi-bagi. Selain itu, model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw juga sesuai dengan karakteristik siswa sekolah dasar yang masih senang bermain, bergerak, bekerja dalam kelompok, dan melakukan sesuatu secara langsung.
0 komentar:
Posting Komentar