Logo KNPB(ist) |
Jayapura,1/8/14 - Komite Nasional Papua Barat (KNPB) mengirimkan rilis ke redaksi tabloidjubi.com, (1/8), meminta pemerintah Indonesia untuk berhenti memaksakan orang Papua mengibarkan bendera Merah Putih menjelang HUT RI, 17 Agustus 2014. permintaan ini mencantumkan berbagai alasan mengapa orang Papua tidak perlu ikut merayakan hari kemerdekaan bangsa Indonesia itu.
Sebelumnya, Wali Kota Jayapura dalam wawancara melalui TVRI Papua, pada tanggal 31 Juli 2014, mengatakan setiap rumah orang harus menaikkan bendera merah putih, jika tidak maka pemerintah akan lakukan sweepingdi tiap kompleks dan rumah.
“Kalau itu yang terjadi, pemerintah terus memaksakan, melanggar hak orang lain yang sudah melekat pada setiap orang dan dijamin oleh hukum internasional maupun nasional. Apakah oranga Papua mau pasang bendera atau tidak itu hak mereka? Apa dasar hukum bagi pemerintah memaksakan rakyat mengibarkan bendera merah putih?” katanya.
Menurutnya ,wali kota Jayapura sangat keliru dan harus belajar sejarah perjuangan Indonesia, bahwa kapan orang Papua ikut berjuang untuk Indonesia merdeka ? Orang Papua Barat tidak pernah terlibat dalam sumpah pemuda tanggal 28 Oktober 1928 dan tidak pernah ikut hadir dalam proklamasi kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945.
“Orang tidak pernah akui dan merasa bahwa Papua adalah bagian dari NKRI tidak pernah merasa bangga menjadi bagian dari NKRI oleh sebab itu jangan paksakan,” katanya.
Sebelumnya juga, Penjabat Bupati Mimika, Ausilius You, melalui Asisten III Bidang Administrasi Umum Setda Kabupaten Mimika, Erens Meokbun mengatakan pemerintah daerah setempat akan membagi-bagikan bendera merah putih gratis bagi masyarakat setempat, sebagai bagian dari memerahputihkan wilayahitu pada hari kemerdekaan RI, pengibaran bendera merah putih di seluruh rumah warga akan digelar tanggal 4 Agustus hingga 18 Agustus 2014.
Pihaknya meminta rakyat Papua Barat, tidak harus takut terhadap ancaman pemerintah kota . Adalah hak rakyat untuk tidak ikut berpastisipasi dalam 17 Agustus mendatang. Pihaknya menegaskan bangsa Papua bukan bagian dari NKRI.
Dia mengatakan,sSelama rakyat Papua Barat belum pernah diberikan ruang demokrasi secara bebas untuk menentukan Nasib sendiri (Self Determination ) melalui Referendum, maka orang Papua Barat akan tetap menolak keberadaan NKRI di Papua.
Terlebih mengingat bahwa Indonesia pada masa perjuangan sampai dengan proklamasi kemerdekaan, katanya, hanya memiliki wilayah teritorial atau batas negara dari Sabang sampai di Amboina) saja. Itu adalah wilayah Indonesia yang dijajah oleh Belanda selama 350 tahun.
Sedangkan Papua Barat (Nederland Nieuw-Guinea) dijajah oleh Belanda selama 64 tahun.
Dia mengatakan, meski Papua Barat dan Indonesia sama-sama bekas jajahan Belanda, namun secara administrasi pemerintahan Papua Barat diurus secara terpisah.
“ Indonesia dijajah oleh Belanda yang kekuasaan kolonialnya dikendalikan dari Batavia (sekarang Jakarta), kekuasaan Batavia inilah yang telah menjalankan penjajahan Belanda atas Indonesia, yaitu mulai dari Sabang sampai Amboina. Kekuasaan Belanda di Papua Barat dikendalikan dari Hollandia (sekarang Port Numbay), dengan batas kekuasaan mulai dari Kepulauan Raja Ampat sampai Merauke,” katanya.
Lebih jauh dia mengatakan, pada 1908 Indonesia masuk dalam tahap Kebangkitan Nasional (perjuangan otak) yang ditandai dengan berdirinya berbagai organisasi perjuangan. Dalam babak perjuangan baru ini banyak organisasi politik-ekonomi yang berdiri di Indonesia, misalnya Boedi Utomo (20 Mei 1908), Serikat Islam (1911), Indische Partij (1912), Partai Komunis Indonesia (1913), Perhimpunan Indonesia (1908), Studie Club (1924) dan lainnya.
Dalam babakan perjuangan ini, terutama dalam berdirinya organisasi-organisasi perjuangan ini, lanjutnya, rakyat Papua Barat sama sekali tidak terlibat atau dilibatkan.
Hal ini menurutnya dikarenakan musuh yang dihadapi waktu itu, yaitu Belanda adalah musuh bangsa Indonesia sendiri, bukan musuh bersama dengan bangsa Papua Barat. Rakyat Papua Barat berasumsi bahwa mereka sama sekali tidak mempunyai musuh yang bersama dengan rakyat Indonesia, karena Belanda adalah musuhnya masing-masing.
Selain itu, rakyat Papua Barat juga tidak mengambil bagian dalam Sumpah Pemuda Indonesia tanggal 28 Oktober 1928. ketika banyak banyak kumpulan pemuda Indonesia seperti Jong Sumatra Bond, Jong Java, Jong Celebes, Jong Amboina, dan lainnya hadir untuk menyatakan kebulatan tekad sebagai satu bangsa, satu bahasa, dan satu tanah air.
Tapi tidak pernah satu kumpulan pemuda dari Papua Barat yang hadir dalam Sumpah Pemuda tersebut.
“Karena itu, rakyat Papua Barat tidak pernah mengakui satu bangsa, satu bahasa, dan satu tanah air yang namanya “Indonesia” itu,” katanya.
Dalam perjuangan mendekati saat-saat Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, tidak ada orang Papua Barat yang terlibat atau menyatakan sikap untuk mempersiapkan kemerdekaan Indonesia yang diproklamasikan 17 Agustus 1945.
Salah satu tokoh proklamator Bangsa Indonesia, Mohammad Hatta dalam pertemuan antara wakil-wakil Indonesia dan penguasa perang Jepang di Saigon Vietnam, tanggal 12Agustus 1945, juga menegaskan bahwa “…bangsa Papua adalah bangsa Negroid, ras Melanesia, maka biarlah bangsa Papua menentukan nasibnya sendiri…”.
Sementara Soekarno mengemukakan bahwa bangsa Papua masih primitif sehingga tidak perlu dikaitkan dengan kemerdekaan bangsa Indonesia. Hal yang sama pernah dikemukakan Hatta dalam salah satu persidangan BPUPKI bulan Juli 1945.
Ketika Indonesia diproklamasikan, daerah Indonesia yang masuk dalam proklamasi tersebut adalah Indonesia yang masuk dalam kekuasaan Hindia Belanda, yaitu “Dari Sabang Sampai Amboina”, tidak termasuk kekuasaan Nederland Nieuw-Guinea (Papua Barat). Karena itu pernyataan berdirinya Negara Indonesia adalah Negara Indonesia yang batas kekuasaan wilayahnya dari Sabang sampai Amboina tanpa Papua Barat.
“Dengan demikian orang Papua Barat tidak akan pernah ikui negara NKRI di Papua Barat.,” katanya.(Jubi/Mawel)
Sumber: http:www//tabloidjubi.com
0 komentar:
Posting Komentar