Tampilkan postingan dengan label Nasional. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Nasional. Tampilkan semua postingan

Sabtu, 23 Juli 2016

DURI DIALOG INDONESIA TENTANG PAPUA


Rabu, 20 Juli, 2016, Aksi solidaritas dari Jaringan Salatiga Peduli Papua (JSPP) yang mendukung agar mahasiswa Papua di Yogyakarta dapat bebas menyerukan aspirasinya, tanpa intervensi verbal maupun fisik. Mimbar bebas ini digelar di muka gerbang kampus UKSW. | Dok.scientiarum.com/David Adhyaprawira



Untuk berdialog tentang Papua, baiknya membaca buku “Kita Lebih Bodoh Dari Generasi Soekarno-Hatta”. Buku ini berlatar kekerasan yang dilakukan oleh rezim Orde Baru dan bagaimana kelanjutan nasib berbangsa dan bernegara bagi Indonesia. Menariknya, di dalam buku ini ada wawancara sejumlah tokoh dari Romo Mangun, Gus Dur, Daniel S. Lev dan sosiolog Arief Budiman. Arief Budiman, menerangkan, bahwa, “Protes adalah politik, ya harus dihadapi dengan dialog bukan dengan senjata dan kekerasan.”

Kurang lebih 18 tahun buku tersebut telah terbit dan era reformasi telah datang. Salah satu tanda hadirnya reformasi adalah kebebasan berekspresi yang tidak lagi takut ditangkap, dipenjara bahkan hilang entah kemana. Indonesia pasca 1998 adalah surga bagi kebebasan berekspresi. Namun, kebebasan itu mungkin barang yang mahal bagi mahasiswa Papua di Yogyakarta dan sebagian orang lainnya.

Beritanya sudah di mana-mana. 15 Juli 2016, kekerasan masih terjadi untuk Papua. Memang, kekerasan represif di tubuh Republik Indonesia ini tidak saja dialami oleh orang-orang Papua secara tunggal, namun kebijakan reformasi bagi Papua dirasa masih jauh dari rasa keadilan pun kesejahteraan. Tak pelak, pemberitaan media dan cara pandang perorangan terhadap Papua pun menjurus pada diskriminasi. Kenapa hal ini terjadi?

Sejarah Indonesia di masa lampau baik dari zaman kolonial ke Soekarno, kemudian diamanatkan ke Presiden Soeharto, adalah sejarah kekerasan. Indonesia akan berumur 71 tahun pada bulan Agustus tahun 2016 ini, akan tetapi kekuasaan dan kekerasan masih saja menyertainya. Jika dihitung tahun 1945 ke 1966, 21 tahun Presiden Soekarno berkuasa dan di era tersebut adalah masa konsolidasi kekuasaan ideologi-ideologi yang saling bersaing untuk mendukung revolusi. Kemudian pasca G30S pada 1965, “Jenderal yang Selalu Tersenyum” itu menjadi presiden menggantikan Soekarno sampai lengser di tahun 1998. Akumulasi masa pemerintahannya? Jelas, 32 tahun. Semasa Soeharto memerintah, ada ragam persoalan. Mulai tentang Papua, Aceh dan Timor-Timur. Persoalan disintegrasi ini berlangsung mulai 1975 dan belum selesai hingga kini. Hantu Daerah Operasi Militer (DOM) masih melanglangbuana. Inilah yang masih menjadi soal silang sengkarutnya. Wajah dan cerita kekerasan dari Aceh, Papua dan Timor Leste kini adalah sebuah sejarah yang masih dituliskan dan dituturkan secara turun temurun dari generasi tua ke muda.

Saya pernah mengalami sendiri apa yang sebenarnya dirasakan oleh mahasiswa Tim-Tim saat menjelang referendum 1999 di kampus Universitas Kristen Satya Wacana, Salatiga. Saat itu, saya bertanya dalam suatu diskusi soal referendum, apakah jalan satu-satunya harus merdeka,  dan kenapa? Jawabannya pun beraneka ragam namun satu yang terngiang adalah: “Kamu di Jawa tidak merasakan bagaimana rumahmu diambil, kakakmu dibunuh dan tetanggamu ditembak di depan matamu sendiri sedangkan kamu dalam keadaan terikat dan disuruh melihat apa yang terjadi.”

Cerita tersebut adalah fakta; dan suka tidak suka, Orde Baru dengan DOM-nya meninggalkan fakta yang pedih bagi generasi selanjutnya di Indonesia. Kekerasan, stigma dan segregasi berdasarkan agama dan warna kulit itu adalah fakta. Kenyataan lain yang tak bisa dihindarkan adalah kesenjangan ekonomi antara pulau Jawa dengan daerah-daerah lain yang masih dianggap tertinggal. Dan sayangnya, persoalan seputar kesejahteraan warga negara seharusnya dapat dibicarakan, namun nyatanya cuma mimpi. Jadi dapatlah dikatakan, berdasarkan fakta-fakta di atas, bahwa rekonsiliasi baru terjadi pada tahun 1998 dan itu berarti masih berumur 18 tahun usianya. Setua era reformasi. Di kala provinsi Papua sedang belajar berdialog, sebaliknya, kebijakan negara masih belum berevolusi dari insting predatornya.

Bagaimana ke depannya? Elit dan aparatur negara, khususnya Kepolisian Republik Indonesia lebih dapat menahan diri, mengedepankan dialog bernuansa sejarah etnik keindonesian yang memang plural sejak mulanya. Sejatinya sambil menunggu buah-buah dari Otonomi Khusus itu menjadi ranum dan siap dipetik dan bagi publik dan media agar lebih berhati-hati dalam menyajikan fakta dan berita dari provinsi-provinsi yang mana wajah kekerasan masih menghantui sebagai akibat dari kebijakan di masa lampau. Terakhir, yang tidak kalah penting adalah masalah ideologi yang tidak mudah dikalahkan begitu saja oleh pendekatan ekonomi semata, apalagi dengan kekerasan. Jalan yang beradab satu-satunya bagi Indonesia modern adalah dengan DIALOG. Walaupun menyakitkan dan panjang, dialog pasti akan berbuah manis.


Sunny Batubara, alumni Fakultas Ekonomi UKSW. Kini menetap di Denpasar, Bali. Staf Jangkang Riset Institute.

Sumber : http://scientiarum.com/2016/07/21/duri-dialog-indonesia-tentang-papua/

Rabu, 06 Juli 2016

GUSTAV KAWER MENEMUI STEVEN ITLAY DAN YUS WENDA DI TAHANAN POLRES MIMIKA



Foto saat Gustav Kawer Menemui Steven Itlay dan Yus Wenda di tahanan Polres Mimika. (Doc/ WNE)
Timika (SK) - Laporan terakhir Kondisi Ketua Umum Komite Nasional Papua Barat (KNPB) Wilayah Timika Steven Itlay dan Yus Wenda sebagai anggota. Di tahanan Polres Mimika Rabu 18 Mei 2016. Jam 14.00 Wpb.

Steven Itlay, Dirinya Melaporkan bahwa Ia terus dikarangtinakan selama 44 hari dari tanggal 05 April s/d tanggal 19 Mei 2016 hari ini.

Steven mengalami gangguan kesehatan (sakit), akibat dari udara sangat susah untuk mendapatkan udara segar dan sinar matahari karena di isolasi betul dalam terali besi. Maka mengakibatkan Muka pucat dan kurang darah.

Sementara itu Steven meminta agar dukungan doa dari rakyat Papua agar kesehatannya tetap selalu sehat. Hal ini disampaikan saat Gustav Kawer sebagai Pembela HAM di Papua saat bertemu dengan Steven Itlay dan Yus Wenda tahanan Polres Mimika.

Yus Wenda, Dirinya melaporkan Kondisi dan kesehatan terganggu akibat kurang makan dan Batuk sesak Nafas.

Kedua Aktivis Pejuang Sejati Papua Merdeka ini mereka mengalami kurang fasilitas makan dalam penjara setiap hari 2x sehari Yakni makan siang dan malam, Terdiri dari Nasi Putih dan lauknya hanya supermi saja setiap hari,
Steven juga tidur di lantai saja sejak dipindahkan dari Mako Brimob sudah 24 hari tanpa alat tidur, keluarga mau antar alat tidur jugapun terus dibatasi oleh Polisi, Bukan hanya itu saja tetapi juga keluarga mau antar makan atau bertemu juga terus tetap dibatasi.

Padahal tujuan utama dipindahkan dari Mako Brimob adalah mau agar sedikit bebas namun justru tambah dipersulit lagi di Tahanan Polres.

Untuk itu, Kami meminta kepada dunia Internasional, serta Gubernur Papua,MRP,DPRP,Bupati,DPRD,Mahasiswa/i Tokoh Gereja,Tokoh Adat dan Rakyat simpatisan agar mendesak kepada Pemerintah Indonesia, Kapolda Papua dan Kapolres Mimika agar segerah untuk membebaskan kedua tahanan ini.


Sumber: Dinding FB: Wendanax'soon Nggembu Enggilek

Selasa, 25 Agustus 2015

KENAPA INDONESIA TIDAK MAU MELEPASKAN WEST PAPUA

Foto Papua Freeport/ilutrasi
Introduction West Papua (red: Papua dan Papua Barat), seperti yang kita ketahui adalah sebuah pulau yang terdiri dari rumpun Melanesia, orang –orang yang memiliki suku, ras dan budaya yang sangat berbeda dari rumpun lain di Asia.

Sejarah terbentuknya pulau Papua pun, sangat tidak terkait (red: berbeda) dengan pulau-pulau yang di diami rumpun Melayu (Malay) ( sumber ) . Bangsa Indonesia sebenarnya sudah tahu, mereka (red: Indonesia) sebenarnya tidak harus pertahankan West Papua menjadi bagian dari mereka, tidak harus mengklaim West Papua dalam bangsa mereka. Bangsa Indonesia harusnya malu mencaplokan orang-orang West Papua dengan slogan “bineka tunggal ika”, karena West Papua “statusnya jelas”. 

Tetapi kenapa mereka masih mau pertahankan West Papua? Ada beberapa opini saya dalam membenarkan judul di atas adalah karena kekayaan pulau West Papua, menyempitnya lahan (tanah) kependudukan di pulau-pulau Indonesia ( cth. Jawa), ketaatan orang Papua yang di dalam system terhadap pusat (Jakarta), dan yang terakhir adalah isu global warming. Ada banyak alasan lain lagi bagi Indonesia dalam mempertahankan West Papua, namun keempat hal di atas adalah yang terutama dalam opini saya. 

*Kekayaan Alam West Papua
Sebagian besar kekayaan alam Indonesia terdapat di West Papua. Kekayaan alam West Papua meliputi hasil hutan, Laut, tambang, serta pantai, budaya, dan keanekaragaman hayati lainnya. Kabar baiknya, West Papua terdapat Uranium serta silicon dan batu bara. Kekayaan Alam Tanah Papua jika di kelolah kesuluruhan, maka Papua akan sama dengan negara–negara berkembang sekarang di Asia/Kawasan Australia. 

Bayangkan, beberapa hasil SDA Indonesia ( minyak bumi, timah, gas alam, nikel, kayu, bouksit, tembaga, tanah subur, batu bara, emas, perak) kebanyakan berasal dari West Papua, seperti emas, tembaga, perak, gas alam, kayu, minyak,dan perikanan ( sumber ). Menguat dan melemahnya “Mr. Rupiah” adalah karena kekayaan alam West Papua.

*Kurang adanya lahan penduduk
Kesejahteraan penduduk ditentukan pula dari tempat (lahan) di mana masyarakat (orang) itu berada. Jika tengok ke daerah Jawa, hampir semua tempat di isi oleh perumahan. Penuh sesak. Hampir seluruh pulau penuh sesak. Indonesia terpaksa melirik dua pulau terluas di peta Indonesia, kirim penduduk ke Kalimantan (Borneo) atau West Papua. Pilihan ketiga bagi mereka adalah biarkan masyarakatnya hidup menderita di bawah kolong jembatan.

*Ketaatan orang Papua terhadap Jakarta
Selama orang Papua (yang dalam system) menaati segala produk hukum Jakarta, West Papua tetap diklaim bagian dari Indonesia. Indonesia akan tetap ‘ Picah otak’ dalam menciptakan segala bentuk aturan bagi West Papua. 

Buktinya, pemilu yang selalu dilaksanakan oleh orang West Papua dengan tetap menaati aturan-aturan pusat, serta Otsus ( aturannya tetap dari pusat) dan sekarang UP4B. Semua upaya akan mereka lakukan selama ada orang West Papua yang mendengar mereka. Produk hukum yang diciptakan pun, seperti pada beberapa pasal di KUHP tentang ‘makar’, sangat mengatur Rakyat West Papua supaya hanya mendengarkan pemerintah Indonesia (walaupun mereka salah). 

Sebenarnya Indonesia sudah malu dengan melihat hasil ‘otsus’ yang gagal total itu, tetapi karena ada orang West Papua yang masih
menginginkan ‘gula-gula’ dari Jakarta, maka dibentuklah UP4B serta memaksakan pemilihan MRP jilid II sebagai bagian dari keberlangsungan otsus di Tanah Papua.

Harapan saya adalah, semua elemen, yang namanya orang West Papua, tolak semua tawaran Indonesia, dan lawan untuk mencapai titik kedaulatan yang pernah dirahi. West Papuan bukan 25 tahun yang lalu lagi, sekarang West Papuan bisa!

*Isu Global Warming
Isu ini semakin global seiring dengan perkembangan teknologi dan industry di Bumi ini. Suhu di berbagai daerah semakin panas karena adanya isu global warming. Global warming adalah meningkatnya suhu ( temperature) rata-rata di Bumi karena ulah manusia. Dari ( sumber ) didapatkan bahwa, jika perubahan suhu semakin meingkat (panas) akan terjadi pencairan es di kutub. Diperkirakan akan meleleh sekitar 30 Juta meter kubik dan penambahan permukaan air laut akan mencapai 60-70 meter. Kira- kira, daerah Jawa masih bisa selamat ka?? Kemungkinan isu ini juga membuat Indonesia tetap mempertahankan pulau Papua, supaya kelak melakukan upaya penyelamatan. 

Tetunya masih ada banyak alasan Indonesia mempertahan West Papua. Bukan hanya 4 hal yang saya kemukakan di atas. 

Trimaksih kepada seluruh pembaca budiman yang baik, berbagai saran saya tunggu. Kritik dengan solusi adalah hal yang
paling membangun, saya harapkan itu juga. 


Dikutip dari: Catatan Facebook Yesang M. Uropmabin

Rabu, 06 Mei 2015

KEPOLISIAN KEMBALI MENGUSIR ANGGOTA KNPB DARI SEKRETARIAT KNPB WILAYAH MERAUKE


Foto KNPB Merauke

Merauke, KNPBNews - Rabu, (06/05/15) Kepolisian rebuplik Indonesia Polres merauke AKBP SRI SATYATAM SIK. memerintakakan polsek kota merauke Mengeleda dan Membubarkan anggota KNPB yang sedang berada di sekretariat KNPB merauke. 

Pengeledakan dan pengusiaran terhadap anggota KNPB tersebut terjadi pada pukul 20.30 WPB. Aparat gabungan TNI/POLRI kembali melakukan pengeledakan terhadap Sekertariat dan kantor PRD wilayah Merauke. Aparat kepolisian dibawah Pimpinan Polsek Kota merauke AKP.LEONADUS YOGA, dan Kabag OPS AKP. MARTHEN KUAGOW.

Kepolisian dari polsek kota merauke mendatangi Kantor dan Sekertaraiat KNPB merauke menggunakan satu mobil dalmas, satu buah mobil avansa, dan beberapa motor patroli.

Angkota kepolisian yang mendatangi sekertariat tersebut berjumlah kurang lebih sekitar 100 orang anggota berpakaian seragam lengkap. Penggerebekan ini dipimpin oleh kapolsek kota Merauke, AKP. Leonardus Yoga dan Kabag OPS AKP, Marthen Kuagow. mereka mendatangi Kantor Sekretariat KNPB/PRD Wilayah merauke tanpa alasan yang jelas. 

Setelah mereka datang di sekertariat langsung membubarkan anggota dan Pengurus KNPB dan juga anggota PRD Merauke dan membubarkan dan mengusir anggota KNPB yang sedang duduk-duduk
polisi juga mengeleda anggota KNPB yang berada di sekertariat pengeledakan ini dilakukan tanpa alasan.
kedatangan mereka bahwa mau mengamankan kedatangan presiden di Merauke. Sesunggunya kami KNPB & PRD Wil. Merauke tidak ada kegiatan yang direncanakan untuk dilakukan.
  Pewarta: Nesta Ones Suhuniap
 Foto-Foto:







 

Rabu, 22 April 2015

KETUA PRD BIAK MANAWIR APOLOS SROYER HARI INI KE POLRES BIAK TERKAIT KLARIFIKASI SURAT PANGGILAN POLISI


Foto Apolos Sroyer/Pribadi
KNPB Biak News - Polisi Indonesia di Biak memanggil Apolos Sroyer Wakil Ketua Parlemen Rakyat Daerah (PRD) Biak untuk dimintai keterangan, Hari ini 23 April 2015,

Komite Nasional Papua Barat untuk Biak telah mengeluarkan surat kepada masyarakat West Papua di Biak untuk mendukung aksi pengumpulan dana guna menunjang Kerja-kerja ULMWP ( United Liberation Movement for West Papua) ke MSG.

Surat KNPB Biak ini ditemukan oleh pihak Polisi di Biak akhirnya harus memanggil Apolos Sroyer untuk dimintai keterangan. Saat ini Apolos Sroyer masih berada di Kantor Polisi di Biak.

Perlu diketahui bahwa Parlemen Rakyat Daerah adalah wadah politik yang mengakomodir kepentingan politik perjuangan hak penentuan nasib sendiri rakyat West Papua secara adil dan martabat.

Alasan Polisi memanggil Apolos Sroyer adalah karena KNPB adalah organisasi yang dilarang oleh pemerintah Indonesia.

Apolos Sroyer sebelum berangkat ke kantor Polisi menyatakan bahwa hari ini saya akan pergi untuk memenuhi surat panggilan Polisi tentang surat permohonan bantuan dana kepada masyarakat untuk mendukung perjuangan hak penentuan nasib sendiri rakyat West Papua. Kami dilarang oleh polisi untuk meminta bantuan kepada sesema kami orang West Papu.

Apolos Sroyer mengatakan apa yang dilakukan Polisi hari ini menunjukan bahwa Polisi serius untuk membrantas gerak politik Komite Nasional Papua( KNPB) untuk tidak lagi memperjuangkan hak penentuan nasib sendiri rakyat West Papua.

Selanjutnya Apolos Sroyer yang juga adalah mantan Ketua KNPB Biak ini mengatakan walaupun Polisi memanggil saya untuk mempertanggungjwabkan aksi politik KNPB namun tindakan Polisi ini tidak akan berhasil menghentikan semangat rakyat West Papua untuk menentukan nasib sendiri, karena hak ini belum dilaksanakan secara adil dan martabat bagi rakyat West Papua.


Pewarta: Nesta Ones Suhuniap

SOSIALISASI ULMWP DIBUBARKAN OLEH POLRES KAIMANA, KNPB SIAP MEDIASI RAKYAT- BANGSA PAPUA BARAT


Foto KNPB Kaimana
KAIMANA, KNPB-News–Hari ini, Kamis 16 April 2015, Sekitar pukul 10.00, Pimpinan KNPB dan Parlemen Rakyat Daerah Kaimana bersama team kerja Sosialisasi ULMWP menghadap Kepolisian Resor Kaimana untuk menjelaskan maksud kegiatan yang dilakukan oleh team sosialisasi ULMWP. Kedatangan Rombongan KNPB & Parlemen serta team ingin bertemu dengan Kapolres Kaimana Drs. Inyoman Sugiarto sesuai dengan permintaannya pada hari selasa 14 April usai membubarkan kegiatan Sosialisasi ULMWP yang digelar di Sekretariat KNPB dan Parlemen Rakyat Daerah (PRD) Kaimana.

Kedatangan rombongan tidak sempat bertemu dengan Kapolres, namun diambil alih langsung oleh Kasat Reskrim Polres Kaimana. Dalam pertemuan singkat dengan Kasat Intel, ketua Team Sosialisasi ULMWP wilayah Bomberay Steven Itlay menjelaskan kepada Kasat Intel bahwa kami kesini ingin bertemu dengan Kapolres sesuai dengan permintaannya di Sekretariat.

Dalam perbincangan menyangkut agenda, Polres Kaimana tidak mengijinkan kegiatan Ibadah dilakukan dengan alasan menggangu ketentraman banyak orang.”Jika kalian ingin melakukan kegiatan Syukuran, kalian bisa mengunakan tempat Ibadah, tetapi jika kalian ingin melakukan kegiatan syukuran di Halaman Kantor Kalian Kami tidak ijinkan” tutur Kasat Intel.

Menanggapi itu, Steven Itlay selaku ketua team mengatakan kegiatan ini tidak bisa di gelar di tempat lain, kami tetap melakukan kegiatan di sekretariat. “Kegiatan Syukuran itu akan dilakukan di tempat lain, rakyat kami tetap melakukan kegiatan Syukuran ini disekretariat, Karena Skretariat KNPB/PRD itu honai Bangsa Papua” kata Steven menanggapi pernyaan Kasat Reskrim Polres Kaimana.

Lebih lanjut, Kasat Intel menekankan bahwa Kapolres tidak mengijinkan kegiatan dilakukan di sekretariat, jika kegiatan tetap dijalankan maka kepolisian Resor Kaimana akan mengambil tindakan represif. “Jika saudara-saudara tetap mempertahankan prinsip untuk menggelar kegiatan disana, kepolisian Resor Kaimana akan mengambil tindakan tegas, itu pesan Kapolres” lanjut Kasat Reskrim dalam pertemuan itu.

Dalam kesempatan itu juga, Ketua KNPB Kaimana Ruben Furay mengatakan kami tetap menjalankan kegiatan, dan kami pastkan kegiatan berjalan dengan aman tanpa ada gangguan.

Sebelumnya, kegiatan yang seharusnya dilakukan adalah Sosialisasi terbuka kepada Rakyat Bangsa Papua Barat di Kaimana, namun melihat sikap represif Polres Kaimana pada tanggal 14 April itu, Pengurs KNPB & PRD Kaimana bersama team Kerja Sosialisasi memutuskan untuk melakukan dalam bentuk Syukuran atas terbentuknya wadah Koordinasi Bangsa Papua Barat ULMWP untuk penyelesaian Hak Penentuan Nasib Sendiri Bangsa Papua.
  



Pewarta: Nesta Ones Suhunniap

Foto-Foto: 








Rabu, 25 Maret 2015

PAK JOKOWI, INI ADA 14 KASUS HAM DI PAPUA YANG BELUM TUNTAS


Presiden Joko Widodo. Foto: dok/JPNN.com

JAYAPURA - Organisasi Bersatu Untuk Kebenaran (BUK-Papua) dan KontraS Papua meminta Presiden Joko Widodo (Jokowi) lebih tegas dan berani mendorong penuntasan berbagai kasus pelanggaran HAM yang terjadi di Papua. 

Selain meminta Jokowi menuntaskan berbagai kasus pelanggaran HAM yang terjadi di Papua, BUK-Papua dan KontraS Papua dalam tuntutan resminya yang dibacakan Ketua BUK- Papua Peneas Lokbere, meminta Gubernur Papua dan DPR Papua untuk segera mendorong evaluasi atas pendekatan keamanan yang berdampak kekerasan.

"Pangdam Cenderawasih dan Kapolda Papua agar bisa menghentikan pendekatan-pendekatan represif anggotanya yang saat ini terjadi di dalam masyarakat, dan juga membuka diri untuk mendorong penegakan hukum dan HAM dengan memproses hukum setiap anggotanya yang terlibat dalam tindakan kekerasan," ungkap Peneas Lokbere didampingi Ketua KontraS Papua, Olga Hamadi, di Kantor KontraS Papua, Selasa (24/3).

Dikutip dari Cenderawasih Pos (Grup JPNN), Peneas juga membeberkan beberapa kasus pelanggaran HAM berat di Papua di antaranya pembantaian massal di Wamena, kasus penyanderaan Mapunduma, Biak Berdarah dan lainnya.


"Korban dan keluarganya masih menantikan proses penegakan hukum yang memberikan rasa keadilan," tuturnya.

Sementara Ketua KontraS Papua, Olga Hamadi mengatakan pemerintah Indonesia belum punya terobosan yang berarti dan hal ini ditunjukkan dengan mandegnya proses penuntasan pelanggaran HAM berat. 

"Bahkan ada kecenderungan menguatnya budaya impunitas dengan membebaskan pelaku, menyembunyikan kebenaran serta melambatnya proses reformasi institusi," pungkasnya. (jo/nat/adk/jpnn)

Kasus Pelanggaran HAM di Papua yang Belum Ada Kejelasan Hukum
1. Pembantaian Massal di Wamena (1977)
2. Penyanderaan Mapenduma (1996)
3. Peristiwa Biak Berdarah (6 Juli 1998)
4. Peristiwa 7 Desember 2000
5. Wamena Berdarah 6 Oktober 2000 dan 4 April 2003
6. Peristiwa Wasior 13 Juni 2001
7. Pembunuhan Theys H Eluay dan hilangnya Aristoteles Masoka (10 November 2011)
8. Kasus Abepura (16 Maret 2006)
9. Penembakan Opinus Tabuni (9 Agustus 2008)
10. Penembakan Kelly Kwalik di Timika (16 Desember 2009)
11. Penembakan Yawan Yaweni di Serui (2009)
12. Kasus KRP III (2011)
13. Penembakan Mako Tabuni (14 Juni 2012)
14. Penembakan 4 Pelajar Paniai (8 Desember 2014).
(Sumber: BUK-Papua dan KontraS Papua & http://www.jpnn.com)



Minggu, 22 Maret 2015

KETUA KNPB: POLISI AKTOR PERUSAK DI YAHUKIMO

Ketua Umum KNPB, Victor Yeimo. Foto: Al Jazeera
Jayapura, MAJALAH SELANGKAH -- Kepolisian Papua, satuan Brigade Mobil (Brimob) yang bertugas di wilayah Yahukimi Papua  menembak mati  seorang  Kepala Kampung bernama  Obang Sengenil (48) dalam pembubaran paksa aksi penggalangan dana untuk bencana alam di Vanuatu (baca: Vanuatu Berduka, Duka Melanesia) yang dilakukan rakyat Papua di Yahukimo yang dikoordinir Komite Nasional Papua Barat (KNPB), Kamis (19/3/2015) lalu. 

Selain Obang Sengenil (48)  yang ditembak mati, tiga lainnya masih melakukan perawatan luka tembak adalah Titus Giban (39) merupakan kepala sekolah SD Suru-Suru, kena tembak di rusuk dan tembus perut, Simson Giban (42) merupakan kepala kampung Silikon Distrik Silimo, kena tembak di tangan kiri tembus punggung belakang, Inter Segenil, (16) anak SMA di Yahukimo.

Sementara itu, sejumlah orang ditangkap dan masih ditahan di Polres Yahukimo. Mereka yang sempat terdata namanya adalah Elkius Kobak (23), Putih Bahabol (28), Era Kobak (26), Yulius Payage (32) dan Pion Yelemaken (22) masih ditahan  di Polres Yahukimo.

Pada peristiwa itu, dikabarkan pula senjata laras pendek milik Ipda Budi dinyatakan telah dirampas masa yang marah atas tindakan Brimob. Namun, senjata api milik Kasat Intel Polres Yahukimo itu sudah dikembalikan sejak Sabtu, (21/3/2015) Pukul 10.00 waktu setempat. 

Ketua Umum KNPB, Victor Yeimo menanggapi keras aksi penembakan di Yahikimo dalam wawancara elektronik bersama majalahselangkah.com, Minggu (22/3/15). 

Victor mempertanyakan pemberitaan media masa yang terkesan meliput dan membesarkan pistol yang dirampas daripada 1 satu orang yang tewas ditembak dan 3 lainnya. 

"Kenapa media lebih meliput dan membesar-besarkan satu pistol yang dirampas? Sedangkan 6 orang yang ditembak, lalu satu warga yang mati, dan belasan yang dipenjara tidak diliput? Apakah bagi Indonesia orang Papua adalah hama  dalam NKRI yang harus dibasmikan?" tanya Victor. 

"Kenapa Polisi yang merupakan aktor perusak di Yahukimo tidak diliput media? Kenapa kebanyakan media di Papua hanya bersumber dari Polisi, kenapa media tidak turun ke bawah," kata Victor kritik kerja media di Papua. 

Yeimo menilai,  Polisi di Papua adalah menjadi  aktor perusak nilai diri bangsa Papua yang solider dalam segala hal. "Rakyat menggalang dana untuk kemanusiaan saudara-saudarinya di  Vanuatu, tapi bila polisi bubarkan, tangkap dan tembak rakyat, apakah ini tidak sama dengan binatang?" tanya Yeimo. 

Victor mempertanyakan, kenapa Polisi terus menerus sibuk pada aksi perjuangan KNPB? 

"Sudah 6 tahun KNPB di Papua, dan sudah berapa banyak aktivis KNPB yang dibunuh, dipenjara, diintimidasi dan diteror Polisi kolonial Indonesia, bahkan KNPB terus dikriminalisasi oleh Polisi kolonial yang didukung wartawan dan media pro kolonial? Tetapi bukankah KNPB tetap ada bersama rakyat untuk berjuang dengan cara yang damai dan bermartabat?" kata Victor. 

"Saya pikir Polisi harus berhenti dengan tindakan menangkap angin (upaya menghancurkan gerakan damai KNPB yg tidak akan pernah berhasil)," tegasnya. 

Victor  Yeimo  menyerukan agar aksi kemanusiaan untuk saudara kita Vanuatu terus harus dilakukan di seluruh tanah Papua, termasuk di Yahukimo. "Saya menyeruhkan KNPB Yahukimo untuk menggalang dana kemanusiaan untuk bencana di Vanuatu. Biarkan dunia tahu bahwa karakter polisi kolonial Indonesia di Papua yang anti kemanusiaan," pinta Yeimo. 

Diketahui, sebagai bentuk solidaritas sesama Melanesia, Bangsa Papua yang terdiri dari masyarakat sipil, LSM, mahasiswa, gereja, organisasi politik, dan pemuda di Jayapura telah membentuk "Solidaritas Kemanusiaan Papua Barat untuk Vanuatu" di Jayapura, Senin (16/3/15) lalu (baca: 
Solidaritas PB untuk Vanuatu Dibentuk, Ini Agenda dan Rekening Bank ). (Yermias Degei/MS) Sumber: http://majalahselangkah.com


Senin, 02 Maret 2015

APARAT KEPOLISIAN' POLDA PAPUA MEMBUBARKAN SEMINAR ULMWP


Polisi Membubarkan seminar ULMWP di asrama Mimika  Perumnas 1 waena Jayapura( Foto, Kossy A)
KOBOGAUNEWS, West Papua ,Port Numbay– Seminar yang digelar olehUnited Liberation Movement for West Papua (ULMWP) dalam negeri  dapat dibubarkan secara brutal oleh Aparat Kepolisian Jayapura, Pukul 09:00 WPB tepat di aula Asrama Mimika Perumnas 1 Waena, Jayapura, Papua. Senin. 02/03/2015.

Seminar dengan Thema "Mencari identitas Papua di Melanesia"

Aparat Penegak Hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia NKRI dalam hal ini Polda Papua, telah melakukan pembubaran dan pemukulan terhadap panitia pelaksana Seminar sehari ULMWP di asrama Mimika Jln.spg Perumnas 1 waena.

Pantauan www.kobogaunews.com . Spanduk dan semua perlengkapan seminar dihancurkan secara brutal, Pemimpin Tiga organisasi Diketahui, Negara Republik Federal West Papua (NRFPB), West Papua National Coalition For West Papua (WPNCL), West Papua National Parliament (WPNP/New Guinea Raad) telah bersatu di Saralana dan melahirkan ULMWP.

Kemudian 3 Orang panitia ditangkap salah satu adalah SIMION ALUA anggota KNPB Pusat.

Undngan pembicara dalam seninar ULMWP dari DPRP, MRP, Akademisi dan Gereja tidak diperkenanlan oleh polisi kolonial indonesia masuk ke memberikan materi.(Sumber: http://www.kobogaunews.com)


Ones Nesta Suhuniap

Minggu, 14 Desember 2014

KONTRAS KRITIK KOMITMEN PEMERINTAHAN JOKOWI SOAL HAM

foto/dtc

Jakarta - Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) meragukan komintmen pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Khususnya dalam penyelesaian kasus-kasus pelanggaran hak asasi manusia (HAM) di masa lalu.
Selama ini Jokowi berjanji akan menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran HAM di masa lalu. Wakil Koordinator Bidang Advokasi KontraS Yati Andriani berharap, janji itu segera direalisasikan.
"Kami menangkap kesan bahwa ini hanya akan diarahkan ke rekonsiliasi. sebenarnya dia (Jokowi-red) itu nggak singkron dengan anak buahnya. Seperti contoh Wapres JK yang bilang bahwa negara nggak bisa minta maaf soal pelanggaran HAM ini. kemudian Menkopolhukam Tedjo Edi yang bilang jangan ingat masa lalu. Jokowi harus ingat di Papua 70 persen memilih dia. Maka dari itu jangan di papua hanya dibuat pasar atau memberikan uang, namun kasus Paniai tidak diperhatikan. penyelesaikan kasus seperti ini perlu diperhatikan. Apa yang kami sampaikan bukan hanya analisis. namun realita saat pendampinganpendampingan kasus pelanggaran HAM," kata Yati.
Pernyataan tersebut disampaikan Yati dalam jumpa pers di Cheese Cake Factory, Jalan Cikini Raya, Jakarta Pusat, Minggu (14/12/2014). Di situ juga hadir Koordinator KontraS Haris Azhar, Kepala Litbang KontraS Puri Kencana Putri, dan lainnya.
Haris pun menyampaikan kritik senada. Katanya, Jokowi bicara kasus lumpur Lapindo, namun tak bicara kasus penghilangan orang. Bicara soal pembakaran kapal asing, tapi tak bicara perdamaian di Papua. "Seperti itu tak membawa perubahan apapun," ucapnya.
"Tidak usahlah kita dikasih lihat ada (menteri-red) yang naik pagar, megang batu bata di tengah orang miskin. Ke depan kita akan dibawa oleh suatu rezim yang kawan-kawan akan dibawa pada blusukannya. Harusnya Jokowi bisa blusukan ke kantor BIN dan rumah Suciwati di malang. Tapi dia tidak melakukannya," sambung Haris.
Haris kemudian menyebut 8 catatannya terhadap pemerintahan Jokowi.
1. Negara masih belum mengharmonisasikan peaturan perundang-undangan yang potensial melakukan intervensi atas pilihan keyakinan agama dan wujud ibadah dari tiap-tiap individu warga negara.
2. Negara masih belum memberikan jaminan perlindungan terhadap pembelaan di Indonesia, contohnya kriminalisasi yang dialami oleh aktivis Eva Bande.
3. Pernyataan kontroversial Jokowi untuk tetap melaksanakan agenda eksekusi terhadap 20 terpidana hukuman mati di tahun 2015.
4. Penuntasan kasus kematian Munir yang sarat dengan politik kepentingan penguasa, dijawab negara dengan memberikan pembebasan bersyarat kepada Polycarpus.
5. Rencana perluasan Kodam di Papua adalah jawaban negara tanpa pernah memeriksa kembali agenda dari politik keamanan Indonesia di Papua.
6. Ketidaksolidan agenda deradikalisasi dalam isu anti terorisme.
7. Dugaan keterlibatan aktif Indonesia dalam praktik sistematis dan meluasnya penyiksaan pada agenda perang melawan terorisme pada periode 2002-2007 yang saat itu BIN-nya dipimpin AM Hendropriyono.
8. Minim evaluasi agenda pembangunan yang potensial merugikan publik seperti yang tercatat pada MP3EI yang tidak diikuti dengan agenda resolusi konflik di sektor bisnis dan HAM.(http://analisadaily.com)