Dalam pendidikan, hasil yang dicapai biasanya dinilai dengan metode-metode tertentu, sehingga pencapaian tujuan yang diharapkan dapat diketahui dengan baik. Dalam rentang kehidupan seseorang, hasil belajar yang dicapai umumnya disebut perkembangan. Untuk menilai apakah perkembangan yang dicapai seorang anak sudah memadai,
sesuai dengan norma pada umumnya, ataukah ada hambatan-hambatan tertentu dalam proses perkembangannya, semuanya dapat diperoleh datanya dengan metode-metode tertentu. Berikut ini akan diuraikan tentang pengertian pengukuran dan penilaian, prinsip-prinsip penilaian, fungsi penilaian dan metode-metode penilaian perkembangan yang umum digunakan, disertai dengan contoh-contoh dari masing-masing metode.
sesuai dengan norma pada umumnya, ataukah ada hambatan-hambatan tertentu dalam proses perkembangannya, semuanya dapat diperoleh datanya dengan metode-metode tertentu. Berikut ini akan diuraikan tentang pengertian pengukuran dan penilaian, prinsip-prinsip penilaian, fungsi penilaian dan metode-metode penilaian perkembangan yang umum digunakan, disertai dengan contoh-contoh dari masing-masing metode.
Pengukuran dan Penilaian
Masyarakat sering menggunakan istilah pengukuran dan penilaian sebagai pengertian yang sama, padahal keduanya memang saling berhubungan erta, tetapi berbeda satu dengan yang lain.
Pengukuran ialah suatu tindakan untuk mengidentifikasi besar kecilnya gejala (Hadi, 1997). Hasil pengukuran dapat berupa angka (kuantitatif) dan atau uraian tentang kenyataan yang menggambarkan derajat kualitas (kualitatif) (Sugihartono dkk., 2007). Sebagai contoh, hasil pengukuran terhadap panjang bayi yang baru dilahirkan ialah 57 cm, hasil pengukuran berat badan seorang anak berusia 10 tahun ialah 20 kg, dan hasil pengukuran terhadap kondisi seorang anak 2 tahun yang belum dapat berjalan, belum dapat berbicara, dan sebagainya. Hasil pengukuran ini tidak ada maknanya apabila tidak ditafsirkan dengan cara membandingkan hasil pengukuran dengan norma, patokan, atau criteria tertentu.
Penilaian ialah suatu tindakan untuk menginterpretasikan hasil pengukuran berdasarkan norma tertentu dengan tujuan untuk mengetahui tinggi rendahnya sesuatu, berat ringannya suatu benda, atau baik buruknya suatu kondisi (Sugihartono dkk., 2007). Dengan demikian, apabila bayi yang baru lahir memiliki panjang badan 57 cm dapat dinilai panjang atau tinggi menurut rata-rata panjang badan bayi Indonesia. Demikian pula kondisi anak 2 tahun yang belum dapat berjalan, belum dapat berbicara dapat dinilai terlambat perkembangannya menurut norma perkembangan anak yang normal.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pengukuran adalah pengidentifikasian suatu gejala, sedang penilaian adalah peinterpresian terhadap data hasil pengukuran berdasarkan norma tertentu.
Prinsip-prinsip Penilaian
Agar penilaian yang dilakukan mencapai hasil yang memadai, dan bermanfaat bagi anak yang dinilai maupun bagi program yang dilaksanakan, maka penilaian harus memenuhi beberapa persyaratan:
- Komprehensif (menyeluruh), penilaian yang dilakukan harus meliputui seluruh aspek dari tujuan pendidikan, dalam hal ini ialah aspek perkembangan yang menjadi sasaran penilaian, meliputi aspek (a) perkembangan moral dan nilai-nilai agama, (b) perkembangan fisik, (c) perkembangan bahasa, (d) perkembangan kognitif, (e) perkembangan social emosional, dan (f) perkembangan seni. Dengan gambaran yang komprehensif, akan memberikan gambaran yang lebih bermakna tentang perkembangan anak, baik bagi pendidik maupun orangtua (Depdiknas, 2002; Sugihartono dkk., 2007; Waseso, 2005).
- Berkesinambungan, penilaian dilakukan secara berencana, bertahap, dan terus menerus untuk mendapatkan gambaran perkembangan yang akurat, dan memungkinkan dijadikan dasar pengambilan keputusan yang menyangkut tentang perkembangan anak yang bersangkutan (Depdiknas, 2002; Sugihartono dkk., 2007; Waseso, 2005).
- Obyektif, penilaian terhadap suatu gejala harus apa adanya, dan menghindari subyektivitas. Contoh, apabila yang dinilai anaknya sendiri, hasilnya cenderung baik (Depdiknas, 2002; Sugihartono dkk., 2007; Waseso, 2005). Penilaian yang subyektif justru akan merugikan bagi usaha pengembangan anak.
- Penilaian atas dasar penggunaan alat ukur yang baik, yaitu:
a. Valid (sahih): mengukur apa yang hendak diukur. Misalnya mengukur tinggi badan dengan alat ukur meteran, bukan dengan timbangan.
b. Reliable (handal): hasil penilaian memiliki taraf kepercayaan yang tinggi, terlepas dari siapa orang yang menilai, serta kapan penilaian dilaksanakan. Contoh, apabila anak 5 tahun yang tingginya 120 cm dinilai tinggi oleh siapapun yang menilai, dan kapanpun orang menilainya hasil penilaiannya tetap ajeg (Sugihatono dkk., 2007; Waseso, 2005).
- Bermakna, hasil penilaian memiliki arti bagi pendidk, orangtua, anak yang bersangkutan, serta pihak-pihak yang memerlukan (Depdiknas, 2002; Waseso, 2005).
Fungsi Penilaian Perkembangan
Penilaian memiliki beberapa fungsi, namun khusus berkaitan dengan perkembangan, Palmer (1983) menyatakan bahwa fungsi utama penilaian pada anak pra sekolah adalah:
1. Fungsi diskriptif: penilaian yang digunakan untuk menggambarkan pertumbuhan dan perkembangan anak.
2. Fungsi prediktif: penilaian yang digunakan untuk mengetahui kemampuan anak dimasa depan.
Dengan demikian fungsi penilaian perkembangan pada anak pra sekolah adalah untuk menggambarkan pertumbuhan dan perkembangan anak dan memprediksikan atau mengetahui kemampuan anak dimasa depan berdasar gambaran pertumbuhan dan perkembangannya tersebut.
Metode-metode Penilaian Perkembangan
Penilaian yang dilakukan pada anak usia dini tentu lebih sulit daripada penilaian yang dilakukan pada anak yang lebih besar atau orang dewasa. Permasalahan pokok yang membedakan ialah anak usia dini belum dapat membaca dan menulis, di samping itu mereka sulit mempertahankan konsentrasi dalam jangka waktu yang cukup lama untuk suatu kegiatan yang formal. Oleh karena itu, menurut Waseso (2005) ada beberapa metode yang dapat diterapkan untuk penilaian terhadap perkembangan anak usia dini, yaitu:
1. Observasiatau Pengamatan merupakan bagian kesatuan dari kegiatan pembelajaran. Sesungguhnya untuk mengerti anak-anak didik, cara yang lazim digunakan ialah mengamati perilaku mereka, antara lain perilaku-perilaku khusus anak didik, misalnya, anak suka melakukan tindakan agresif, baik secara verbal maupun fisik. Selain itu juga mengamati interaksi kelompok kecil anak didik untuk mengungkap apa yang mereka lakukan. Agar dapat merekam data observasi secara sistematis, maka dapat digunakan format-format tertentu yang dipersiapkan terlebih dahulu, antara lain:
a. Catatan anecdotal: adalah suatu tulisan singkat mengenai suatu peristiwa yang penting, bermakna dalam kehidupan sehari-hari anak. Biasanya ditulis secara factual, dan pencatatan dilakukan secepat mungkin setelah ada waktu. Untuk menghindari kelupaan, maka dapat dibuat catatan singkat di kartu catatan anecdotal seukuran kartu pos. Begitu ada waktu segera ditulis secara lengkap dengan menggunakan format catatan anecdotal. Disarankan setiap minggu ada satu catatan anecdotal untuk setiap anak. Dengan demikian kumpulan informasi itu akan membantu pendidik memahami perubahan perilaku anak yang terkait dengan perkembangan.
Contoh kartu notes catatan anecdotal anak
|
Contoh elaborasi catatan anecdotal
Nama anak: Ika Usia: 4 tahun Tgl/ waktu : 12-06-2010/10.30 Pengamat : Yulia Tempat : Halaman Peristiwa yang teramati: Ketika kue Siti jatuh, Ika yang pertama melihat diam saja, tidak bersedia membagikan kuenya dengan Siti. Namun Eva yang kemudian melihat kejadian tersebut langsung membagikan kue kepada Siti. Setelah mengamati Eva berbagi, maka Ika memodel perilaku Eva, dan ikut membagikan kuenya pada Siti. | Komentar/Ringkasan Ika merupakan anak tunggal, sehingga tidak terbiasa berbagi dengan saudaranya. Setelah melihat Eva berbagi kue dengan Siti, Ika belajar perilaku social dengan ikut membagikan kuenya pada Siti. Siti senang, dan semua ikut senang. Pada interaksi ini terlihat adanya perkembangan social-emosional. |
Apa maknanya hal ini dalam tahap perkembangan anak seusia 4 tahun. | Pelajari semua aspek perkembangan anak usia 4 tahun |
b. Ceklis: adalah daftar catatan tentang sesuatu hal yang menjadi rujukan untuk mengecek apakah sesuatu terjadi atau tidak. Ceklis dapat digunakan untuk menilai pencapaian perkembangan anak. Ceklis hendaknya dirancang untuk memotret criteria yang sudah baik rumusannya. Sebagai contoh ceklis tentang perkembangan bahasa untuk anak 1-2 tahun, criteria yang digunakan ialah “Menu Pembelajaran Generik” dari Depdiknas tahun 2002, maka bentuk ceklis itu sebagai berikut:
Indikator | Penilaian | ||||||||
Nama Anak: Ika | Nama Anak: Ani | Nama Anak: Itok | |||||||
A | B | C | A | B | C | A | B | C | |
Merespon bila dipanggil namanya | V | V | V | ||||||
Mengenal suara orang-orang terdekat | V | V | V | ||||||
Mengatakan 2 kata yang bermakna | V | V | V | ||||||
Mengerti satu perintah | V | V | V | ||||||
Menyebutkan nama benda | V | V | V |
Keterangan:
A: Bisa
B: Bisa dengan bantuan
C: Tidak bisa
c. Skala jenjang (Rating scale): Hasil dari observasi dapat dituangkan dalam format skala jenjang, dengan syarat pengamatnya memahami benar kategori “sesuatu” yang sedang diamati; bisa dinyatakan dengan angka (misalnya: 1, 2, 3), bisa juga dengan naratif (Tidak pernah, Kadang-kadang, Selalu).
Contoh skala jenjang tentang perkembangan social
Nama anak: Susilo
Indikator | Tidak Pernah | Kadang-kadang | Selalu |
Mengucapkan “terima kasih” apabila diberi sesuatu | V | ||
Memohon maaf apabila melakukan kesalahan | V | ||
Membantu teman yang mengalami kesulitan | V |
d. Sampling waktu: ialah cara mengambil contoh sebagian dari keseluruhan waktu yang ada. Yang dicatat dalam kurun waktu tertentu, apakah suatu perilaku tertentu muncul atau tidak , dan berapa kali munculnya perilaku itu. Pengamat menentukan sendiri kapan waktu dilaksanakannya observasi, berapa interval waktunya, dan bagaimana perilaku akan dicatat.
Contoh sampling waktu tentang frekuensi perilaku konsentrasi
Perubahan konsentrasi | Waktu | Komentar | ||
Mendengarkan cerita | 9.00 | 9.05 | 9.10 | Terjadi perubahan perilaku anak dari tidak konsentrasi menjadi konsentrasi |
(T) (K) v | (T) (K) v | (T) (K) v |
Keterangan:
(T) : Tidak konsentrasi
(K) : Konsentrasi
e. Sampling peristiwa: Pengamat merekam data tentang contoh peristiwa atau kategori peristiwa yang terjadi. Pertama pengamat menentukan dahulu peristiwa apa yang ingin dicata, kemudian merekam setiap peristiwa itu apabila teramati.
Contoh tentang perilaku agresif
Nama anak: Janto | Memukul | Mengumpat | Menendang | Komentar |
Tgl 12/5/10 | i | iii | - | Perilaku agresif Janto lebih banyak dalam bentuk mengumpat |
Tgl 13/5/10 | - | iiii | - | |
Tgl 14/5/10 | - | ii | i |
2. Wawancara
Wawancara bukanlah “interogasi”, melainkan interaksi dialogis yang disesuaikan dengan tingkat perkembangan anak. Apabila wawancara dilaksanakan dengan pendekatan yang baik dan alami, misalnya sambil bermain, maka metode ini dapat membantu menambah pengetahuan yang mendalam mengenai pengalaman masa lalunya, minatnya, motivasinya, dan perilaku lainnya yang berkaitan dengan aspek-aspek perkembangannya.
3. Portofolio, ialah penilaian yang mendasarkan pada kumpulan catatan dan hasil kerja anak. Kumpulan informasi ini dapat memberi gambaran pada penilai tentang sejauh mana perilaku dan keterampilan anak berkembang. Catatan yang dilihat dapat berupa catatan-catatan anecdotal, ceklis, skala jenjang, serta format-format lain yang menggambarkan perkembangan keterampilan atau perilaku anak. Sementara hasil karya anak yang dapat dilihat secara nyata ialah karya-karya melipat, menggambar, menempel, meronce dan karya-karya lainnya.
Manfaat portofolio:
Portofolio dapat mengungkapkan dan mendokumenkan hasil belajar dan perkembangan anak dalam aspek perkembangan yang berbeda-beda dan dalam kurun waktu tertentu. Kumpulan dokumen dapat disimpan dalam map yang berlipat-lipat, diberi daftar isi per aspek sehingga memudahkan melihatnya. Adapun manfaatnya:
- Bagi pendidik atau lembaga: bermanfaat untuk menentukan kemajuan dan kebutuhan anak didik.
- Bagi orang tua: memperoleh gambaran lengkap apa adanya secara alami dan otentik mengenai:
b.1. Apa yang sebenarnya telah dipelajari anaknya di lembaga tersebut.
b.2. Seberapa banyak kemajuan yang telah diperolehnya.
b.3. Informasi khusus lainnya yang perlu diketahui oleh orang tua dan lembaga lain yang berkepentingan. Misalnya tentang adanya informasi perilaku menyimpang yang perlu diketahui orang tua dan psikolog yang menanganinya.
- Bagi anak yang bersangkutan: Memberi bukti nyata tentang proses dan hasil kegiatan anak, sehingga mendorong anak untuk melakukan evaluasi diri. Misalnya, melihat hasilnya bagus, sehingga ada keinginan untuk meningkatkan atau mempertahankan keterampilan yang telah dikuasai.
Penutup
Banyak metode penilaian yang dapat dirancang, disusun dan digunakan untuk menilai tentang adanya kemajuan dan hambatan dalam aspek-aspek perkembangan anak usia dini. Setiap metode tentu ada kelebihan dan kelemahannya masing-masing, oleh karena itu berbagai metode tersebut dapat digunakan secara komplementer (saling melengkapi) sesuai dengan kebutuhan pendidik. Dengan ketepatan pemilihan metode penilaian yang digunakan, maka makin besar informasi yang diperoleh untuk mengembangkan anak didik maupun program kegiatan yang diberikan. Untuk perancangan dan penyusunan instrument penilaian akan dibahas dan dilatihkan di sesi yang lain.
Daftar Pustaka
Depdiknas. (2002). Acuan menu pembelajaran pada pendidikan anak usia dini: Menu pembelajaran generic. Jakarta: Direktorat PADU dan Dirjen PLS dan Pemuda.
Hadi, S. (1997). Metodologi research II. Yogyakarta: Yasbit. Psikologi Universitas Gadjah Mada.
Palmer, J. O. (1983). The psychological assessment of children (2nd ed.). Canada: john Wiley & Sons, Inc.
Sugihartono dkk. (2007). Psikologi pendidikan.Yogyakarta: UNY Press.
Wasesa, I. (2005). Evaluasi pembelajaran TK. Jakarta: Pernerbit UT.
lihat juga :
0 komentar:
Posting Komentar