Kamis, 19 Juli 2012

penelitian tindakan kelas


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Pendidikan merupakan bagian integral dalam pembangunan. Proses pendidikan tak dapat dipisahkan dari proses pembangunan itu sendiri. Pembangunan diarahkan dan bertujuan untuk mengembangkan sumber daya yang berkualitas.
Manusia yang berkualitas dapat dilihat dari segi pendidikan. Hal ini terkandung dalam tujuan pendidikan nasional, bahwa pendidikan nasional bertujuan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia seutuhnya, selain beriman, bertakwa pada Tuhan Yang Maha Esa serta sehat jasmani dan rohani, juga memiliki kemampuan dan keterampilan. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi memungkinkan semua pihak dapat memperoleh informasi dengan melimpah, cepat, dan mudah dari berbagai sumber dan tempat di dunia. Dengan demikian siswa perlu memiliki kemampuan memperoleh, memilih, dan mengelola informasi untuk bertahan pada keadaan yang selalu berubah, tidak pasti, dan kompetitif. Kemampuan ini membutuhkan pemikiran kritis, sistematis, logis dan kreatif seperti ini dapat dikembangkan melalui belajar matematika karena matematika memiliki struktur dan keterkaitan yang kuat dan jelas antar konsepnya sehingga memungkinkan kita terampil berpikir rasional.
1
 
Pada kenyataannya, oleh sebagian besar siswa matematika masih dirasakan sulit untuk dipelajari. Pelajaran matematika sampai saat ini masih merupakan suatu pelajaran yang kurang diminati oleh sebagian siswa, baik siswa sekolah dasar maupun siswa sekolah menengah. Begitu juga pada siswa kelas VIII B SMP Negeri 4 Wonogiri, terlihat bahwa semangat dan antusias dalam mengikuti pelajaran matematika sangat rendah, hal ini terlihat dari sekelompok siswa dalam satu kelas hanya sebagian saja yang benar-benar berminat terhadap pelajaran matematika. Rendahnya minat yang dimiliki oleh siswa ini dapat dilihat dari hasil tes yang diberikan setelah proses belajar mengajar berlangsung. Hasil yang diperoleh siswa dalam tes yang dilakukan biasanya dari satu kelas atau bahkan satu sekolah nilai yang diperoleh sebagian siswa adalah nilai di bawah dari rata-rata yaitu dibawah tujuh. Hal tersebut sudah lama terjadi, dari tahun ke tahun. Melihat  hal tersebut sepertinya sangat sulit untuk dapat menaikkan nilai rata-rata di atas tujuh. Hasil tes yang telah dilakukan tidak bermakna jika belum dibandingkan dengan acuan tertentu. Untuk kurikulum 2004 acuan yang digunakan adalah acuan kriteria yang dalam hal ini standar keberhasilan untuk menentukan tamatan adalah 75%. Sedangkan siswa yang mempunyai penguasaan dengan skor 75% dari total materi dinyatakan lulus. Bagi siswa yang mempunyai penguasaan di bawah 75% berarti memerlukan remidi (Depdiknas, 2005 : 36).
Proses pembelajaran yang dilakukan pada kelas VIII B SMP Negeri 4 Wonogiri dalam penilaiannya khususnya pada pelajaran matematika, penilaian yang dilakukan oleh guru dapat dijadikan sebagai analisis dan evaluasi terhadap nilai yang dihasilkan oleh para siswa. Apabila tingkat keberhasilan masih berada di bawah 75%, maka mata pelajaran yang telah diberikan guru belum diserap baik oleh kelas. Untuk itu perlu dikaji kembali apakah soalnya terlalu sulit, atau soalnya sudah benar-benar sesuai dengan indikator, atau cara pembelajarannya kurang baik sehingga siswa kurang memahami materi pelajaran. Jika soalnya tidak terlalu sulit maka perlu memperbaiki kegiatan pembelajarannya termasuk metodenya, media atau strategi pembelajarannya (Depdiknas, 2005 : 36).  Kenyataan nilai yang diperoleh oleh siswa kelas VIII B di SMP Negeri 4 Wonogiri pada pokok bahasan Persamaan Linear Dua Variabel tahun pelajaran 2008/2009 tidak begitu memuaskan karena nilai yang diperoleh rata-rata adalah 5,7. Padahal harapan yang ingin dicapai oleh pihak sekolah nilai rata-rata minimal yang diperoleh oleh siswa adalah 7,5. harapan yang ingin dicapai pihak sekolah adalah dengan menggunakan metode pembelajaran yang berbeda dapat meningkatkan nilai dan tingkat pemahana siswa dalam pelajaran matematika. Sehingga nilai yang diperoleh dan prestasi yang didapatkan dapat maningkat.  Keadaan tersebut menjadi perhatian bagi semua guru matematika di SMP N 4 Wonogiri untuk berusaha mencari jalan keluar agar hasil belajar siwa dapat ditingkatkan, terutama bagi guru matematika yang mengajar di kelas VIII B. Sebagai guru matematika yang mengajar di kelas VIII B, maka peneliti berusaha mencari cara menemukan model pembelajaran yang tepat agar hasil belajar siswa kelas VIII B SMP N 4 Wonogiri dalam Pokok Bahasan Persamaan Linear Dua Variabel dapat ditingkatkan pemahamannya, agar siswa dapat lebih dini mempersiapkan dirinya dalam menghadapi Ujian Nasional. Melihat kondisi seperti di atas maka untuk dapat meningkatkan pemahaman siswa pada mata pelajaran matematika dalam pokok bahasan Persamaan Linear Dua Variabel, maka di gunakanlah model pembelajaran melalui pendekatan kontekstual (Contextual Teaching and Learning (CTL)).

B.     Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang yang yang telah diuraikan di atas, dapat teridentifikasi bahwa pengalaman penulis selama mengajar mata pelajaran matematika pada kelas VIII B adalah :
1.      Mengapa nilai yang diperoleh siswa kelas VIII B SMP Negeri 4 Wonogiri pada mata pelajaran matematika dalam pokok bahasan Persamaan Linear Dua Variabel rendah?
2.      Mengapa nilai mata pelajaran matematika dalam pokok bahasan Persamaan Linear Dua Variabel  pada siswa kelas VIII B SMP Negeri 4 Wonogiri yang rendah harus ditingkatkan?
3.      Faktor-faktor apa saja yang menyebabkan nilai matematika pada pokok bahasan Persamaan Linear Dua Variabel pada siswa kelas VIII B SMP Negeri 4 Wonogiri rendah?

C.    Pembatasan Masalah
Guna keperluan penelitian agar tidak melebar ke arah pembahasan yang lain, maka peneliti membatasi Penelitian Tindakan Kelas ini dengan beberapa kajian khusus. Penelitian tindakan kelas ini hanya difokuskan pada upaya peningkatan pemahaman siswa dalam pelajaran matematika pada pokok bahasan Persamaan Linear Dua Variabel yang ditelitikan pada siswa kelas VIII B SMP Negeri 4 Wonogiri Semester I Tahun Pelajaran 2008/2009. Secara lebih terperinci dapat dijelaskan sebagai berikut ruang lingkup pembelajaran ini dibatasi pada siswa kelas VIII B pendekatan Kontekstual untuk memecahkan masalah matematika pada pokok bahasan Persamaan Linear Dua Variabel SMP Negeri 4 Wonogiri Semester I Tahun Palajaran 2008/2009.

D.    Rumusan Masalah
Melihat latar belakang yang telah dipaparkan di atas maka rumusan masalah yang dapat disampaikan adalah:
1.       Bagaimanakah strategi dalam meningkatkan pemahaman siswa pada pembelajaran Matematika pokok bahasan Persamaan Linear Dua Variabel pada siswa kelas VIII B SMP Negeri 4 Wonogiri Semester I Tahun Pelajaran 2008/2009?
2.       Bagaimana pengaruh penerapan model pembelajaran melalui pendekatan kontekstual (Contextual Teaching and Learning (CTL)) terhadap peningkatan pemahaman siswa pada pembelajaran Matematika pokok bahasan Persamaan Linear Dua Variabel pada siswa kelas VIII B SMP Negeri 4 Wonogiri Semester I Tahun Pelajaran 2008/2009.
3.       Mendiskripsikan faktor-faktor yang dapat menghambat pelaksanaan dalam upaya meningkatkan pemahaman siswa pada pembelajaran Matematika pokok bahasan Persamaan Linear Dua Variabel pada siswa kelas VIII B SMP Negeri 4 Wonogiri Semester I Tahun Pelajaran 2008/2009?

E.     Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian tindakan kelas dengan judul “Peningkatan Pemahaman Siswa Pada Pelajaran Matematika Dalam Pokok Bahasan Sistem Persamaan Linear Dua Variabel Dengan Menggunakan Model Pembelajaran Melalui Pendekatan Kontekstual (Contextual Teaching And Learning) Pada siswa Kelas VIII B SMP Negeri 4 Wonogiri Semester I Tahun Pelajaran 2008/2009” adalah:
1.      Mendiskripsikan strategi dalam meningkatkan pemahaman siswa pada pembelajaran Matematika pokok bahasan Persamaan Linear Dua Variabel pada siswa kelas VIII B SMP Negeri 4 Wonogiri Semester I Tahun Pelajaran 2008/2009?
2.      Mengetahui pengaruh penerapan model pembelajaran melalui pendekatan kontekstual (Contextual Teaching and Learning (CTL)) terhadap peningkatan pemahaman siswa pada pembelajaran Matematika pokok bahasan Persamaan Linear Dua Variabel pada siswa kelas VIII B SMP Negeri 4 Wonogiri Semester I Tahun Pelajaran 2008/2009.
3.      Mengetahui faktor-faktor yang dapat menghambat pelaksanaan dalam upaya meningkatkan pemahaman siswa pada pembelajaran Matematika pokok bahasan Persamaan Linear Dua Variabel pada siswa kelas VIII B SMP Negeri 4 Wonogiri Semester I Tahun Pelajaran 2008/2009?

F.     Manfaat Penelitian
Penelitian tindakan kelas dengan judul “Peningkatan Pemahaman Siswa Pada Pelajaran Matematika Dalam Pokok Bahasan Sistem Persamaan Linear Dua Variabel Dengan Menggunakan Model Pembelajaran Melalui Pendekatan Kontekstual (Contextual Teaching And Learning) pada siswa kelas VIII B SMP Negeri 4 Wonogiri Semester I Tahun Pelajaran 2008/2009” ini diharapkan memberi manfaat kepada banyak pihak, terutama siswa, guru dan sekolah.
1.      Manfaat yang diperoleh siswa:
a.       Aktivitas belajar siswa kelas VIII B SMP N 4 Wonogiri Semester I Tahun Pelajaran 2008/2009 dalam belajar matematika, khususnya pokok bahasan Persamaan Linear Dua Variabel meningkat.
b.      Hasil belajar siswa kelas VIII B SMP N 4 Wonogiri Semester I Tahun Pelajaran 2008/2009 dalam pelajaran matematika khususnya pada pokok bahasan Persamaan Linear Dua Variabel meningkat.
c.       Penerapan model pembelajaran dengan pendekatan Kontekstual (Contextual Teaching and Learning (CTL)) dapat dikembangkan atau diterapkan pada siswa di kelas-kelas yang lain.
2.      Manfaat yang diperoleh guru:
a.       Merupakan upaya guru dalam menunjang program pemerintah pusat dalam meningkatkan kemampuan belajar dan pemahaman serta hasil belajar siswa, khususnya dalam mata pelajaran matematika.
b.      Adanya inovasi model pembelajaran matematika dari dan oleh guru yang menitik beratkan pada penerapan model pembelajaran dengan pendekatan kontekstual (Contextual Teaching and Learning (CTL)).
3.      Manfaat bagi sekolah (SMP N 4 Wonogiri):
a.       Diperoleh panduan inovatif model pembelajaran matematika dengan pendekatan kontekstual (Contextual Teaching and Learning (CTL)) yang selanjutnya diharapkan dipakai di kelas-kelas lainnya, baik di SMP N 4 Wonogiri maupun di SMP yang lain.
b.      Diharapkan akan menghilangkan atau mengurangi kemungkinan adanya siswa SMP N 4 Wonogiri yang gagal dalam UAN, yang disebabkan oleh rendahnya nilai matematika.

BAB II
KAJIAN TEORI DAN PENGAJUAN HIPOTESIS

A.    Kajian Teori
1.      Pengertian Belajar
Salah satu kebutuhan vital bagi manusia dalam usaha mengembangkan diri serta mempertahankan eksistensinya adalah belajar sepanjang hayatnya. Tanpa belajar manusia akan mengalami kesulitan baik dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan maupun dalam memenuhi tuntutan hidup dan kehidupan yang selalu berubah. Keharusan belajar sepanjang hayat sudah disepakati para pakar. Jauh sebelum itu diakui pula bahwa Islam adalah agama pertama yang merekomendasikan keharusan belajar seumur hidup. Rasulullah Muhammad S.A.W. memotivasi umatnya dalam hadits: “Menuntut ilmu adalah kewajiban setiap muslim dan muslimat. Tuntutlah ilmu sejak buaian sampai liang kubur. Tiada amalan yang lebih utama daripada belajar”. Islam mewajibkan pemeluknya untuk belajar dan mengembangkan kemampuan nalarnya secara terus menerus bukan saja terhadap objek-objek di luar dirinya (dunia flora dan fauna, dunia anorganik, serta alam raya), tetapi juga terhadap kehidupannya sendiri baik sebagai perorangan maupun sebagai suatu komunitas (Sudjana, 2000 : 53).
9
 
Belajar merupakan kegiatan orang sehari-hari. Kegiatan belajar tersebut dapat dihayati (dialami) oleh orang yang sedang belajar. Di samping itu, kegiatan belajar juga dapat diamati oleh orang lain. Kegiatan belajar yang berupa perilaku kompleks tersebut telah lama menjadi objek penelitian ilmuan. Kompleksnya perilaku belajar tersebut menimbulkan berbagai teori belajar. Belajar yang dihayati oleh seorang pebelajar (siswa) ada hubungannya dengan usaha pembelajaran, yang dilakukan oleh pembelajar (guru). Pada satu sisi, belajar yang dialami oleh pebelajar terkait dengan pertumbuhan jasmani yang siap berkembang. Pada sisi lain, kegiatan belajar yang juga berupa perkembangan mental tersebut juga didorong oleh tindak pendidikan atau pembelajaran. Dengan kata lain, belajar ada kaitannya dengan usaha atau rekayasa pembelajaran. Dari segi siswa, belajar yang dialaminya sesuai dengan pertumbuhan jasmani dan perkembangan mental, akan menghasilkan hasil belajar sebagai dampak pengiring. Selanjutnya dampak pengiring tersebut akan menghasilkan program belajar sendiri sebagai perwujudan emansipasi siswa menuju kemandirian. Dari segi guru, kegiatan belajar siswa merupakan akibat dari tindak mendidik atau kegiatan mengajar. Proses belajar siswa tersebut menghasilkan perilaku yang dikehendaki, suatu hasil belajar sebagai dampak pengajaran. Ditinjau dari acara pembelajaran, maka dampak pengajaran tersebut sejalan dengan tujuan pembelajaran (Dimyati, 2006 : 38).
Pengertian belajar yang seragam dan berlaku umum tidak mudah untuk dikemukakan. Sepanjang sejarah perkembangannya, pengertian belajar yang diketengahkan beberapa pakar pendidikan dan psikologi ternyata bermacam ragam. Keragaman ini disebabkan oleh perbedaan latar belakang dan pandangan kepakaran masing-masing. Demikian pula fenomena kegiatan belajar yang terjadi dalam lingkungan, melalui observasi yang dilakukan para pakar, turut pula mempengaruhi keragaman pengertian yang mereka ajukan. Gagne (1970), dalam bukunya The Conditions of Learning, mengemukakan bahwa belajar itu adalah “perubahan disposisi atau kemampuan seseorang yang dicapai melalui upaya orang itu, dan perubahan itu bukan diperoleh secara langsung dari proses pertumbuhan dirinya secara alamiah.” Dengan pengertian ini belajar merupakan upaya yang disengaja oleh seseorang yang bertujuan untuk mencapai tujuan belajar. Upaya untuk mencapai tujuan belajar yaitu perubahan tingkah laku, memberi petunjuk bahwa belajar itu sendiri merupakan bagian dari tingkah laku manusia, yang mencerminkan adanya sikap dan perbuatan untuk belajar pada diri seseorang. Dikatakan sebagai upaya perubahan tingkah laku karena kegiatan belajar bertujuan meningkatkan disposisi dan kemampuan. Disposisi yang dimaksud disini ialah sikap, pengetahuan, ketrampilan dan nilai atau aspirasi. Adapun yang dimaksud dengan kemampuan ialah wujud penampilan seseorang dalam lingkungan tertentu, misalnya lingkungan pekerjaan dan dunia kehidupan pada umumnya. Perubahan ini tidak terjadi secara mendadak (incidential) melainkan diperoleh dalam masa yang jelas tenggang waktunya. Oleh sebab itu hasil kegiatan belajar harus dapat dibandingkan dalam perubahan tingkah laku pada saat sebelum memasuki situasi kegiatan belajar dengan perubahan tingkah laku setelah melakukan kegiatan belajar. Pada sisi lain, perubahan yang dicapai seseorang melalui kegiatan belajar itu harus dibedakan dengan perubahan yang dapat diketahui dalam pertumbuhan seseorang. Ke dalam pertumbuhan ini termasuk perubahan tinggi badan, makin kekarnya otot karena melakukan olah raga secara teratur, dan lain sebagainya. Singkatnya, perubahan tingkah laku yang dimaksud dalam pendidikan adalah perubahan yang dicapai secara sengaja melalui kegiatan belajar.
Pengertian lain tentang belajar dikemukakan oleh John Travers (1972) dalam bukunya Learning Analysis and Application. Ia mengemukakan bahwa “belajar adalah suatu proses yang menghasilkan tingkah laku”. Sebelum merumuskan definisi tersebut, Travers membedakan belajar menjadi dua macam yaitu pertama, belajar sebagai proses dan kedua, belajar sebagai hasil. Dalam hubungan ini, yang disebut kedua, belajar sebagai hasil, merupakan akibat wajar dari yang disebut pertama yaitu, belajar sebagai proses. Dengan perkataan lain bahwa proses belajar menyebabkan hasil belajar. Upaya menyusun pengertian belajar sebagai proses adalah lebih sulit bila dibandingkan dengan penyusunan pengertian belajar sebagai hasil. Dengan lebih dahulu membahas pengertian belajar sebagai hasil diharapkan akan lebih mempermudah untuk menjelaskan tentang pengertian belajar sebagai proses, sehingga hubungan antara keduanya akan lebih mudah untuk dipahami.
a.      Belajar sebagai hasil
Belajar sebagai hasil yang berupa aktivitas adalah kebiasaan belajar yang ditumbuhkan melalui kegiatan belajar. Belajar menjadi nilai budaya yang melekat pada dirinya sehingga tiada saat dalam kehidupannya tanpa aktivitas belajar. Dengan demikian, belajar sebagai hasil bermakna sebagai suatu kemampuan yang dicapai oleh seseorang setelah melalui kegiatan belajar sebagai proses, seseorang dapat berpikir, merasakan, dan bertindak di dalam dan terhadap dunia kehidupannya. Tegasnya belajar sebagai hasil adalah perubahan tingkah laku seseorang melalui proses belaajr, sedangkan perubahan tersebut harus dan dapat digunakan untuk meningkatkan ketrampilan diri dalam dunia kehidupannya.
b.      Belajar sebagai proses
Belajar sebagai proses, menunjukkan bahw abelajar itu sendiri adalah suatu proses. Belajar dimulai dengan adanya dorongan, semangat dan upaya yang timbul dalam diri seseorang sehingga orang itu melakukan kegiatan belajar. Ia melakukan kegiatan belajar dengan menyesuaikan tingkah lakunya dalam upaya meningkatkan dirinya. Dalam hubungan ini, belajar adalah perilaku mengembangkan diri melalui proses penyesuaian tingkah laku. Penyesuaian tingkah laku itu dapat terwujud melalui kegiatan belajar, bukan karena akibat langsung dari pertumbuhan seseorang yang melakukan kegiatan belajar itu. Dapat dikatakan bahwa belajar sebagai proses adalah kegiatan seseorang yang dilakukan secara sengaja melalui penyesuaian tingkah alku dirinya dalam upaya untuk meningkatkan kualitas kehidupannya. Kegiatan belajar sebagai proses memiliki unsur-unsur tersendiri. Unsur-unsur itu dapat membedakan antara kegiatan belajar dan kegiatan bukan belajar. Unsur-unsur tersebut mencakup tujuan belajar yang ingin dicapai, motivasi, hambatan, stimulus dari lingkungan, persepsi, dan respon peserta didik (Sudjana, 2000 : 103).
Belajar adalah suatu proses yang ditandai dengan adanya perubahan pada diri seseorang. Perubahan sebagai hasil dari proses belajar dapat ditunjukkan dalam berbagai bentuk, seperti terjadi perubahan pengetahuan, pemahaman, tingkah laku, ketrampilan, kebiasaan, serta perubahan aspek-aspek yang ada pada diri individu yang sedang belajar. Mengkaji dari paparan di atas dapat dideskripsikan bahwa belajar adalah proses mereaksi terhadap semua situasi yang ada di sekitar individu. Belajar adalah suatu proses yang diarahkan kepada suatu tujuan, proses berbuat melalui berbagai pengalaman. Belajar adalah proses melihat, mengamati, mendengar, menyimak, merasakan, dan memahami sesuatu yang dipelajari. Apabila kita mendiskusikan tentang cara belajar, maka kita bicara tentang cara mengubah tingkah laku seseorang melalui berbagai pengalaman yang ditempuhnya.
Tingkah laku sebagai hasil dari proses belajar dipengaruhi oleh banyak faktor, baik faktor yang terdapat dari dalam diri individu (faktor internal) maupun faktor yang berada di luar individu (faktor eksternal). Faktor internal ialah apa-apa yang dimiliki seseorang, antara lain: minat dan perhatian, kebiasaan, memotivasi serta faktor-faktor lainnya. Sedangkan faktor eksternal dalam proses belajar dapat dibedakan menjadi tiga lingkungan, yakni lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, dan lingkungan masyarakat. Di antara ketiga lingkungan itu yang paling besar pengaruhnya terhadap proses dan hasil belajar siswa dalam proses belajar mengajar adalah lingkungan sekolah, seperti guru, sarana belajar, kurikulum, teman sekelas, peraturan sekolah, dan lain-lain. Unsur lingkungan sekolah yang disebutkan di atas pada hakekatnya berfungsi sebagai lingkungan belajar siswa, yakni lingkungan tempat siswa berinteraksi, sehingga menumbuhkan kegiatan belajar pada dirinya. Hasil interaksi tersebut berupa perubahan tingkah laku seperti pengetahuan, sikap, kebiasaan, keterampilan, dan lain-lain. Dalam konteks inilah belajar bisa bermakna sesuai dengan hakekat belajar sebagai suatu proses (Depdiknas, 2005 : 6).
2.      Definisi Matematika

Matematika berasal dari bahasa Latin manthenein atau mathena yang berarti belajar atau hal yang dipelajari. Matematika dalam bahasa Belanda disebut wiskunde atau ilmu pasti, yang kesemuanya berkaitan dengan penalaran. Ciri utama matematika adalah penalaran deduktif, yaitu kebenaran suatu konsep atau pernyataan diperoleh sebagai akibat logis dari kebenaran sebelumnya sehingga kaitan antar konsep atau pernyataan dalam matematika bersifat konsisten. Namun demikian, pembelajaran dan pemahaman konsep dapat diawali secara induktif melalui pengalaman peristiwa nyata atau intuisi. Proses induktif-induktif dapat digunakan untuk mempelajari konsep matematika. Kegiatan dapat dimulai dengan beberapa contoh atau fakta yang teramati, membuat daftar sifat yang muncul (sebagai gejala), memperkirakan hasil baru yang diharapkan, yang kemudian dibuktikan secara deduktif. Dengan demikian, cara belajar induktif dan deduktif dapat digunakan dan sama-sama berperan penting dalam mempelajari matematika. Penerapan kerja matematika diharapkan dapat membentuk sikap kritis, kreatif, jujur dan komunikatif pada siswa. Matematika berfungsi mengembangkan kemampuan menghitung, mengukur, menurunkan dan menggunakan rumus matematika yang diperlukan dalam kehidupan sehari-hari melalui materi pengukuran dan geometri, aljabar, dan trigonometri. Matematika juga berfungsi mengembangkan kemampuan mengkomunikasikan gagasan dengan bahasa melalui model matematika yang dapat berupa kalimat dan persamaan matematika, diagram, grafik atau tabel.
a.      Pengertian Pembelajaran Matematika
Pembelajaran matematika tidaklah sama maknanya dengan mengajar matematika. Para ahli psikologi dan pendidikan memberikan batasan mengajar yang berbeda-beda rumusannya. Perbedaan tersebut disebabkan oleh titik pandang terhadap makna mengajar. Pandangan pertama melihatnya dari segi pelakunya, yaitu pengajarnya. Atas pandangan ini, mengajar diartikan menyampaikan ilmu pengetahuan (bahan ajar) kepada siswa atau peserta didik. Batasan ini telah lama dianut kalangan pendidik dari jenjang pendidikan dasar sampai dengan jenjang pendidikan tinggi. Kritik yang paling banyak dilontarkan terhadap rumusan mengajar di atas ialah siswa dianggap sebagai objek, bukan sebagai subjek. Siswa hanya pasif menerima apa yang disampaikan guru. Sebaliknya peranan guru sangat menentukan. Itulah sebabnya pandangan ini sering disebut berpusat pada guru.
Atas dasar kritikan ini muncul pemikiran yang melihat mengajar bukan dari sudut pelakunya yang mengajar, tetapi dari sudut siswa yang belajar. Bertolak dari hakikat belajar seperti yang telah dibahas di muka, maka mengajar dirumuskan dalam beberapa batasan yang intinya memberikan tekanan kepada kegiatan optimal yang dilakukan siswa dalam belajar. Batasan mengajar yang bertolak dari batasan pertama, dapat dipaparkan sebagai berikut: mengajar adalah membimbing kegiatan siswa belajar. Mengajar adalah mengatur dan mengorganisasi lingkungan yang ada di sekitar siswa, sehingga dapat mendorong dan menumbuhkan minat siswa melakukan kegiatan belajar. Paradigma baru memandang siswa bukan sebagai objek, tetapi siswa menjadi subjek dalam pembelajaran. Konsep matematika tidak dipandang sebagai barang jadi yang hanya menjadi bahan informasi untuk siswa. Namun guru diharapkan merancang pembelajaran matematika, sehingga memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada siswa untuk berperan aktif dalam membangun konsep secara mandiri atau bersama-sama. Siswa diharapkan dapat “menemukan kembali” (reinvention) akan konsep, aturan ataupun algoritma. Algoritama dalam matematika yang dahulu diberikan begitu saja oleh guru kepada siswa untuk menambah pengetahuan, sekarang selain untuk itu, siswa diberikan kesempatan untuk menemukan sendiri algoritma tersebut, dan tidak menutup kemungkinan siswa menemukan cara lain yang belum diketahui oleh guru. Pembelajaran matematika yang demikian, akan dapat menimbulkan rasa bangga pada diri siswa, menumbuhkan minat, rasa percaya diri, memupuk dan mengembangkan imajinasi dan daya cipta (kreativitas) siswa.
b.      Tujuan Pembelajaran Matematika
Melatih cara berpikir dan bernalar dalam menarik kesimpulan, misalnya melalui kegiatan penyelidikan, eksplorasi, eksperimen, menunjukkan kesamaan, perbedaan, konsistensi dan inkonsistensi; mengembangkan aktivitas kreatif yang melibatkan imajinasi, intuisi dan penermuan dengan mengembangkan pemikiran divergen, orisinil, rasa ingin tahu, membuat prediksi dan dugaan serta mencoba-coba ; Mengembangkan kemampuan memecahkan masalah; Mengembangkan kemampuan menyampaikan informasi atau mengkomunikasikan gagasan antara lain melalui pembicaraan lisan, catatan, grafik, peta, diagram, dalam menjelaskan gagasan.


3.      Pembelajaran Kontekstual

            Pembelajaran Kontekstual (Contextual Teaching and Learning) adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari, dengan melibatkan tujuh komponen utama pembelajaran efektif yaitu:
a.      Konstruktivisme (Contructivisme)
Construktivism (konstruktivisme) merupakan landasan berpikir (filosofi) pendekatan CTL, yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas (sempit), dan tidak sekonyong-konyong. Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta-fakta, konsep atau kaidah yang siap untuk diambil dan diingat. Manusia harus mengkonstruksi pengetahuan itu dan memberi makna melalui pengalaman nyata. Dengan dasar itu, pembelajaran harus dikemas menjadi proses mengkonstruksi ‘bukan’ menerima pengetahuan. Dalam proses pembelajaran, siswa membangun sendiri pengetahuan mereka melalui keterlibatan aktif dalam proses belajar mengajar. Siswa menjadi pusat kegiatan, buka guru. Dalam pandangan konstruktivis strategi ‘memperoleh’ lebih diutamakan dibandingkan seberapa banyak siswa memperoleh dan mengingat pengetahuan. Untuk itu, tugas guru adalah menfasilitasi proses tersebut dengan: Menjadikan pengetahuan bermakna dan relevan bagi siswa.; Memberi kesempatan siswa menemukan dan menerapkan idenya sendiri, dan  Menyadarkan siswa agar menerapkan strategi mereka sendiri dalam belajar.
b.      Menemukan (Inquiry)
Menemukan merupakan bagian inti dari kegiatan pembelajaran berbasis CTL. Pengetahuan dan ketrampilan yang diperoleh siswa diharapkan bukan hasil mengingat seperangkat fakta-fakta, tetapi hasil dari menemukan sendiri. Guru harus selalu merancang kegiatan yang merujuk pada kegiatan menemukan, apapun materi yang diajarkannya. Langkah-langkah kegiatan menemukan (Inquiry): Merumuskan masalah, mengamati atau melakukan observasi, menganalisis dan menyajikan hasil dalam tulisan, gambar tulisan, gambar, laporan, bagan, tabel, dan karya lainnya, mengkomunikasikan atau menyajkan hasil karya pada pembaca, teman sekelas, guru atau audien yang lain.
c.       Bertanya (Questioning)
Bertanya (questioning) merupakan strategi utama dalam pembelajaran berbasis CTL. Bertanya dipandang sebagai kegiatan guru untuk mendorong, membimbing, dan menilai kemampuan berpikir siswa, kegiatan bertanya penting dalam melaksanakan pembelajaran berbasis inquiri yaitu menggali informasi. Mengkonfirmasikan apa yang sudah diketahui, dan mengarahkan perhatian pada aspek yang belum diketahuinya. Kegiatan bertanya dapat diterapkan antara siswa dengan siswa, antara siswa dengan guru, antara guru dengan siswa, antara siswa dengan orang lain yang didatangkan ke kelas tersebut. Kegiatan bertanya dilakukan ketika berdiskusi, bekerja dalam kelompok, ketika menemui kesulitan, ketika mengamati dan sebagainya. Kegiatan-kegiatan tersebut mendorong untuk ‘bertanya’.
d.      Masyarakat Belajar (Learning community)
Konsep Learning Community menyarankan agar hasil pembelajaran diperoleh dari kerja sama dengan orang lain. Hasil belajar diperoleh dari sharing antar teman, antar kelompok, dan antar yang tahu ke yang belum tahu. Dalam kelas CTL disarankan selalu melaksanakan pembelajaran dalam kelompok-kelompok belajar yang heterogen. Masyarakat belajar bisa terjadi apabila ada proses komunikasi dua arah. Hal ini bisa terjadi apabila tidak ada pihak yang merasa segan untuk bertanya, tidak ada pihak yang merasa paling tahu, semua pihak mau saling mendengarkan. Setiap pihak harus merasa bahwa setiap orang memiliki pengetahuan, pengalaman, atau ketrampilan yang berbeda yang perlu dipelajari.
e.       Pemodelan (Modeling)
Pembelajaran dengan pemodelan adalah belajar dengan meniru dari suatu aktivitas yang dapat ditiru. Dalam pembelajaran ini guru dapat memberikan contoh untuk membuktikan suatu identitas dari masalah dan perlu diingat bahwa guru bukanlah merupakan satu-satunya model.

f.       Refleksi (Reflection)
Reflekfi adalah cara berpikirtentang apa yang baru dipelajari atau berpikir ke belakang tentang apa-apa yang sudah kita lakukan di masa lalu. Refleksi merupakan respon terhadap kejadian, aktivitas atau pengetahuan yang baru diterima.
g.      Penilaian Sebenarnya (Authentic Assement)
Penilaian merupakan proses pengumpulan berbagai data yang bisa memberikan gambaran perkembangan belajar siswa. Gambaran perkembangan siswa perlu diketahui oleh guru agar bisa memastikan bahwa siswa mengalami proses pembelajaran dengan benar. Apabila data yang dikumpulkan guru mengidentifikasikan bahwa siswa mengalami kemacetan dalam belajar, maka guru segera bisa mengambil tindakan yang tepat agar siswa terbebas dari kemacetan belajar. Karena gambaran tentang kemajuan belajar itu diperlukan di sepanjang di akhir periode (cawu/semester/akhir tahun/UNAS), tetapi dilakukan bersama dengan secara terintegrasi (tidak terpisah) dari kegiatan pembelajaran.
Sebuah kelas di katakan menggunakan pendekatan kontekstual jika menerapkan ketujuh komponen tersebut dalam pembelajarannya. Dan untuk melaksanakan hal itu, secara garis besar, langkahnya adalah sebagai berikut: Kembangkan pemikiran bahwa anak akan belajar lebih bermakna dengan cara bekerja sendiri, menemukan sendiri, dan mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan ketrampilannya.; Laksanakan sejauh mungkin kegiatan inkuiri untuk semua topik.; Kembangkan sifat ingin tahu siswa dengan bertanya.; Ciptakan ”masyarakat belajar” (belajar dalam kelompok-kelompok).; Hadirkan “Model”sebagai contoh pembelajaran.; Lakukan refleksi diakhir pertemuan.; Lakukan penilaian yang sebenarnya dengan berbagai cara.

4.      Materi

Persamaan Linear Dua Variabel (PLDV)
a.      Kalimat Terbuka, Variabel dan Konstanta
1) Kalimat yang benar dan kalimat yang salah
a) Kalimat yang benar adalah kalimat yang mempunyai nilai benar.
Contoh:
(1) Jakarta adalah ibukota Indonesia
(2) 10 – 3 = 7
(3) 8 < 10
b) Kalimat yang salah adalah kalimat yang mempunyai nilai salah
contoh:
1. Air mendidih pada suhu 500
2. 4 x 5 = 9
2) Kalimat terbuka adalah kalimat yang memuat lambang “ *, Δ, 􀀀, a, b, c, …, z” atau sejenisnya dan belum dapat diketahui benar salahnya.
Contoh:
a) * adalah faktor dari 10
b) 􀀀 : 3 = 4
c) x + 5 = 11
3) Variabel dan konstanta
a) Variabel atau peubah adalah lambang atau simbol yang terdapat pada kalimat terbuka yang dapat diganti oleh sembarang bilangan sehingga menjadi kalimat yang benar atau kalimat yang salah.
b) Konstanta adalah suatu bilangan yang tidak perlu pergantian, disebut juga nilai tetap.
Contoh:
1. x + 7 = 15 􀃆 variabelnya : x
konstantanya : 7 dan 15
2. 12 - y = 6 􀃆 variabelnya : y, konstantanya : 12 dan 6
b.      Persamaan Linear Dua Variabel (PLDV)
Persamaan Linear Dua Variabel adalah persamaan dengan dua variabel dan berpangkat satu.
Contoh:
Di antara persamaan berikut manakah persamaan linear dua varabel dan manakah yang bukan?
a.      x+y = 4                        c. 3x-4 = 5                   e. x2 -4x = 1
b.      a =2b-3                        d. xy = 8                      f. 5x-y=y-4
Jawab:
yang merupakan  PLDV adalah a, b, f
yang merupakan bukan PLDV adalah c, d, dan e
c.       Penyelesaian Persamaan Linear Dua Variabel
Penyelesaian persamaan adalah pengganti variabel sehingga persamaan tersebut menjadi kalimat benar.
Sistem Persamaan Linear Dua Variabel adalah suatu Sistem yang terdiri dari dua Persamaan Linear Dua Variabel di mana antara variabel dari Persamaan Linear Dua Variabel terkait dengan persamaan dua variabel yang lain.
Ada 3 cara untuk menyelesaikan SPLDV yaitu:
1) Cara Substitusi
“Substitusi” artinya pengganti.
Contoh: selesaikan SPLDV y = 3x dan x + 2x = 7 dengan cara substitusi
Jawab:
y = 3x disubstitusikan ke x + 2x = 7 sehingga didapat:
x + 2 (3x)  = 7
ó x + 6x = 7
ó        7x = 7
ó          x = 1
Kemudian x = 1 di substitusikan ke y = 3 x, didapat y = 3.1 = 3
Jadi penyelesaiannya adalah x = 1 dan y = 3, dan himpunan penyelesaiannya adalah = { (1,3) }

2) Cara Eliminasi
“Eliminasi” artinya menghilangkan
Contoh:
Selesaikan  2x + 3y-4 = 0
                   3x – 4y-23 = 0 dengan cara eliminasi
Jawab:
Persamaan-persamaan tersebut disusun menjadi:
p (2x + 3y – 4) + q (3x -4y -23) = 0
dipilih p = 4 dan q = 3 sehingga didapat:
4 (2x + 3y -4) + 3 (3x -4y -23) = 0
ó  8x +12y -16 + 9x -12y -69 = 0
ó              8x +9x + 12y  -12y = 16 + 69
ó                                      17 x = 85
ó                                           x = 5
selanjutnya dipilih p = 3 dan q = -2 didapat
 3 (2x + 3y -4) + (-2) (3x -4y -23) = 0
ó       6x + 9y -12 + 6x + 8y - 46 = 0
ó                     6x + 6x + 9y  - 8y = 12-46
ó                                           17 y = -34
ó                                                y = -2
Jadi penyelesaiannya adalah x = 5 dan y = -2 dan himpunan penyelesaianya adalah: { (5 , -2) }

c) Cara grafik
menyelesaikan SPLDV cara grafik sama saja dengan menentukan titik potong grafik pada masing-masing persamaan yang membentuk SPLDV.
Contoh selesaikan  SPLDV x + y = 4 dan x + 3y = 6 dengan cara grafik
x + y = 4
x
0
4
y
4
0
( x, y )
( 0, 4 )
( 4,0)
x + 3y = 6
x
0
6
y
2
0
( x, y )
( 0, 2 )
( 6,0)

Grafik persamaan  x + y = 4 melalui titik (0,4) dan (4,0) dan grafik  x + 3y = 6 melalui titik (0,2) dan (6,0). Koordinat titik potong kedua grafik itu (3,1), jadi himpunan penyelesaiannya adalah = { (3, 1)}.


B.     Penelitian Yang Relevan
Penelitian lain yang dijadiakan perbandingan dilakukan pada tahun 2007 oleh Kholisoh Program Studi S1 Pendidikan Matematika, UNNES, hasil yang diperoleh adalah bahwa model pembelajaran dengan pendekatan kontekstual (Contextual Teaching and Learnng (CTL)) dapat meningkatkan hasil belajar siswa dalam pokok bahasan persamaan linear satu variabel pada siswa kelas VII A SMP N 1 Balapulang Kabupaten Tegal tahun pelajaran 2006/2007. Aktivitas dan partisipasi siswa dalam kegiatan belajar mengajar meningkat serta kemampuan guru dalam kegiatan Pembelajaran juga meningkat. Oleh sebab itu dalam pembelajaran disarankan guru menggunakan model pembelajaran dengan pendekatan kontekstual.

C.    Kerangka Berfikir
Berdasarkan kajian teori yang telah disampaikan di atas, maka kerangka berpikir penelitiannya adalah sebagai berikut. Dengan melihat hasil nilai atau prestasi oleh siswa dalam memahami pelajaran matematika pada pokok bahasan Persamaan Linear Dua Variabel adalah kurang memuaskan dan kuarang baik, makad engan demikian, para guru pelajaran matematika SMP N 4 Wonogiri perlu berusaha secara kolaboratif untuk mencari cara pembelajaran, yang diharapkan dapat meningkatkan hasil belajar siswa dalam pokok bahasan Persamaan Linear Dua Variabel. Cara yang dipilih adalah mengimplementasikan model pembelajaran dengan pendekatan kontekstual (Contextual and Learning (CTL)).

D.    Hipotesis Tindakan
Berdasarkan kajian Teori dan kerangka berpikir yang telah disampaikan di atas, maka hipotesis tindakan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.      Diduga bahwa terdapat peningkatan pemahaman siswa pada pembelajaran Matematika pokok bahasan Persamaan Linear Dua Variabel pada siswa kelas VIII B SMP Negeri 4 Wonogiri Semester I Tahun Pelajaran 2008/2009;
2.      Diduga bahwa terdapat pengaruh dalam penerapan model pembelajaran melalui pendekatan kontekstual (Contextual Teaching and Learning (CTL)) terhadap peningkatan pemahaman siswa pada pembelajaran Matematika pokok bahasan Persamaan Linear Dua Variabel pada siswa kelas VIII B SMP Negeri 4 Wonogiri Semester I Tahun Pelajaran 2008/2009.;
3.      Diduga bahwa terdapat faktor-faktor yang dapat mengambat pelaksanaan dalam upaya meningkatkan pemahaman siswa pada pembelajaran Matematika pokok bahasan Persamaan Linear Dua Variabel pada siswa kelas VIII B SMP Negeri 4 Wonogiri Semester I Tahun Pelajaran 2008/2009.

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

A.    Setting Penelitian
Setting menurut Webster (1983) adalah lingkungan, tempat kejadian, atau bingkai. Dalam hal ini setting penelitian dapat diartikan sebagai tempat kejadian atau lingkungan di mana sesuatu kegiatan dapat diarahkan untuk mencapai tujuan penelitian Sukardi (2006: 17). Penelitian tindakan kelas dengan judul “Peningkatan Pemahaman Siswa Pada Pelajaran Matematika Dalam Pokok Bahasan Sistem Persamaan Linear Dua Variabel Dengan Menggunakan Model Pembelajaran Melalui Pendekatan Kontekstual (Contextual Teaching And Learning) Pada siswa Kelas VIII B SMP Negeri 4 Wonogiri Semester I Tahun Pelajaran 2008/2009” mempunyai setting di SMP Negeri 4 Wonogiri Kabupaten Wonogiri pada siswa kelas VIII B.

B.     Subyek Penelitian
30
 
Adapun subyek dari penelitian tindakan kelas dengan judul “ Peningkatan Pemahaman Siswa Pada Pelajaran Matematika Dalam Pokok Bahasan Sistem Persamaan Linear Dua Variabel Dengan Menggunakan Model Pembelajaran Melalui Pendekatan Kontekstual (Contextual Teaching And Learning) pada siswa Kelas VIII B SMP Negeri 4 Wonogiri Semester I Tahun Pelajaran 2008/2009” ini adalah: siswa kelas VIII B SMP Negeri 4 Wonogiri Semester I Tahun Pelajaran 2008/2009 dengan menggunakan metode pembelajaran melalui model Pendekatan Kontekstual (Contextual, Teaching and Learning) dalam suatu upaya untuk meningkatkan pemahaman siswa pada pelajaran Matematika dalam pokok bahasan Sistem Persamaan Linear Dua Variabel. Lebih jelasnya bahwa dalam penelitian ini subyek yang digunakan adalah sebagai berikut:
1.      Subyek penelitiannya adalah siswa kelas VIII B SMP Negeri 4 Wonogiri Semester I Tahun Pelajaran 2008/2009 sejumlah 38 siswa;
2.      Penelitian juga melibatkan dua orang guru mata pelajaran matematika pada kelas VIII B SMP Negeri 4 Wonogiri. Satu guru sebagai peneliti, satu guru yang lain sebagai pengamat.

C.    Sumber Data
Data yang baik adalah data yang diambil dari sumber yang tepat dan akurat (Supardi, 2007:129). Menurut Arikunto (2006: 129) yang dimaksud dengan sumber data dalam penelitian adalah subyek dari mana data dapat diperoleh. Apabila peneliti menggunakan kuesioner atau wawancara dalam pengumpulan datanya, maka sumber data disebut responden, yaitu orang yang merespon atau menjawab pertanyaan-pertanyaan peneliti, baik pertanyaa tertulis maupun lisan. Data yang baik adalah data yang diambil dari sumber yang tepat dan akurat (Supardi, 2007:129). Lofland dan Lofland dalam (Moleong, 2007: 157) Sumber data utama dalam penelitian kualitatif ialah kata-kata, dan tindakan selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-lain.
Nara sumber dalam penelitian ini adalah guru, dan siswa di kelas VIII B SMP Negeri 4 Wonogiri Semester I Tahun Pelajaran 2008/2009. Sedangkan dokumen yang dipakai sebagai data adalah Rencana Pelaksanaan Pembelajaran, dan Silabus mata pelajaran matematika. Selain itu sumber data diperoleh dari:
1.      Hasil pengamatan oleh guru pengamat yang dicatat dalam lembar pengamatan.
2.      Hasil uji kompetensi di akhir siklus I dan II.
3.      Hasil tes formatif di akhir siklus III.

D.    Teknik Dan Alat Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian tindakan kelas (PTK) tidak hanya satu, tetapi menggunakan multi teknik atau multi instrument. Ada tiga kelompok teknik pengumpulan data, yang oleh Wolcott, (1992) dalam Sugiyono (2007:152) disebutnya sebagai strategi pekerjaan lapangan primer, yaitu pengalaman, pengungkapan dan pengujian.
1.      Pengalaman dilakukan dalam bentuk observasi. Peneliti pelaksana (guru, dosen, konselor, administrator, dll) melakukan observasi sambil melakukan tugasnya sehari-hari. Ada beberapa variasi bentuk observasi yang dilakukan oleh peneliti, yaitu: (a) observsi partisipasif, di mana peneliti melakukan observasi sambil ikut serta dalam kegiatan yang sedang berjalan. (b) observasi khusus, observasi dilakukan ketika peneliti melakukan tugas khusus umpamanya memberikan bimbingan. (c) observasi pasif, peneliti hanya bertindak sebagai pengumpul dta, mencatat kegiatan yang sedang berjalan.
2.      Pengungkapan dilakukan melalui wawancara. Peneliti mengadakan wawancara terhadap pihak-pihak terkait untuk mendapatka data yang diperlukan. Strategi pengungkapan juga memilkibeberapa bentuk, yaitu: wawancara informal, wawancara formal terstruktur, pengedaran angket,menggunakan skala(model likert, thurstone) dan pengukuran dengan test standart.
3.      Pembuktian, pembuktian dilakukan dengan mencari bukti-bukti documenter, seperti: dokumen arsif, jurnal, peta, audio dan video tape, benda-benad bersejarah, catatan lapangan.
Dalam penelitian ini, lebih spesifiknya pengambilan data dilakukan dengan cara:
1.      Dibuat lembar observasi untuk mengamati proses pembelajaran, aktivitas guru dan siswa, serta cara yang efektif dalam menerapkan model pembelajaran dengan pendakatan kontekstual (Coktextual Teaching and Learning(CTL)).
2.      Dibuat lembar kerja siswa yang berisi permasalahan yang berkaitan dengan Persamaan Linear Dua Variabel yang akan diselesaikan siswa melalui pembelajaran kontekstual.
3.      Siswa diberi uji kompetensi di akhir siklus I dan II dan tes formatif di akhir siklus III.


E.     Validitas Data

Suatu data penelitian dikatakan akurat apabila data yang diperoleh telah di uji keabsahanya. Validitas menunjukkkan ketepatan pengumpulan data, atau data yang dikumpulkan memang benar-benar yang ingin diperoleh peneliti (Sukmadinata, 2007:153). Validitas pengumpulan data oleh peneliti meliputi dua hal yaitu:
1.      Keterpercayaan (trustworthiness) pengumpulan data dalam penelitian kualitatif, menurut Guba (1981) ditandai oleh karakteristik-karakteristik sebagai berikut. (a) kredibilitas, kemampuan peneliti memahami dan mengumpulkan data dari situasi yang kompleks dan mengungkap pola-pola yang sukar dijelaskan. (b) transferbilitas, penelitian kualitatif tidak menghasilkan generalisasi, tetapi sampai sejauh mana temuan-temuan dalam penelitian ini dapat digunakan atau diterapkan pada situasi lain.ini dapat dilakukan melalui pengumpulan data yang rinci, sehingga memungkinkan diperbandingkan antara satu konteks dengan konteks yang lainnya, dan melalui pembuatan diskripsi tentang konteks yang mendetail sehingga bisa silakukan penelitian kecocokannya pada konteks lain. (c) keabsahan, menunjukkan bahwa data yang diperoleh adalah benar, dicek kepada beberapa pihak hasilnya hampir sama. Keabsahan diperoleh dengan trianggulasi dan member check. (d) konfirmabilitas, menunjukkan bahwa data yag diperoleh adalah netral atau obyektif, menggambarkan keadaan yang sebenarnya bukan rekaan.
2.      Keterpahaman (understanding), berkenaan dengan kejelasan dan kemudahan data untuk dipahami. Maxwell (1992) dalam Sukmadinata (2007: 153) mengemukakan empat kriteria keterpahaman pengumpulan data kualitatif. (a) Validitas diskriptif, menunjukkan ketepatan data yang dikumpulkan (b)Validitas interpretatif, menunjukkan kepedulian peneliti terhadap pandangan-pandangan partisipan (c) validitas teoritis, kemampuan peneliti menjelaskan fenomena-fenomena yang dipelajari dan dideskripsikan. (d) kebergunaan, menunjukkan bahwa data yang dihasilkan dapat digunakan dalam komunitas yang diteliti dan komunitas yang lebih luas (e) validitas evaluatif, menunjukkan kemampuan peneliti untuk menghasilkan data yang bukan perkiraan.

F.     Teknik Analisis Data
Dalam suatu penelitian terdapat dua macam data yaitu data kualitatif dan data kuantitatif. Data kualitatif menurut Ryan dan Bernard (2000) dalam Sukardi (2006:71) adalah semua informasi yang berupa test, surat kabar, sit com, email, ceritera rakyat, sejarah kehidupan yang berguna untuk membangun dan mengarahkan pada pengembangan pengertian yang mendalam atas dasar setting orang-orang yang teliti. Menurut Sukardi (2006:72) ada beberapa elamen  penting dalam analisis data yang perlu terus di ingat oleh setiap peneliti dalam melakukan kegiatan analisis data adalah sebagai berikut:

1.       Reduksi Data
            Proses analisis data ini mestinya dimulai dengan menelaah seluruh data yang tersedia dari berbagai sumber. Setelah dikaji langkah berikutnya adalah membuat rangkuman untuk setiap kontak atau pertemuan dengan responden. Selain itu, reduksi data juga dimaksudkan untuk menajamkan, menggolongkan, mengarahkan, membuang yang tidak perlu dan mengorganisir data dengan cara yang sedemikian rupa sehingga kesimpulan-kesimpulan finalnya dapat ditarik dan diverifikasi.
2.      Menampilkan data
            Pada langkah ini peneliti berusaha menyusun data yang relevan, sehingga menjadi informasi yang dapat disimpulakna dan memiliki makna tertentu dengan cara menampilkan dan membuat hubungan antar variabel agar peneliti lain atau pembaca laporan penelitian mengerti apa yang telah terjadi dan apa yang perlu di tindak lanjuti untuk mencapai tujuan penelitian.
3.      Verifikasi Data
           Verifikasi atau penarikan kesimpulan merupakan kegiatan penting, dimana sejak awal pengumpulan data, peneliti sebaikanya peneliti juga memulai memutuskan antara gejala yang mempunyai makna termasuk data-data yang memilki pattern, konfigurasi, aliran penyebab dan proporsi dengan data yang tidak diperlukan atau tidak bermakna.
Teknis analisis data adalah analisis data tertata dalam situs (Miles, Huberman, 1997: 137-155). Metode-metode dalam analisis ini guna menarik dan memverifikasi kesimpulan tentang situs tunggal, yaitu suatu fenomena dalam konteks terbatas yang membentuk satu “kajian kasus,” apakah itu kasus seorang individu dalam suatu latar, satuan kelompok, satuan yang lebih luas seperti departemen, organisasi, atau komunitas. Teknik analisis ini adalah membangun sajian dengan mengembangkan format untuk menyajikan data kualitatif, menganalisis dan mengambil kesimpulan. Bentuk-bentuk format-format dapat sama beragamnya seperti imajinasi si penganalisis, tetapi umumnya format-format itu keluar berupa tabel ringkasan (matriks, bagan, daftar cek) atau gambar.

G.    Indikator Kinerja
Menurut Kurikulum 2004 Pedoman Khusus Pengembangan sistem penilaian berbasis kompetensi Sekolah Menengah Pertama (SMP), standar keberhasilan atau sering disebut tuntas belajar individu atau siswa secara individu dinilai berhasil jika mencapai nilai minimal 75 dan kelas mencapai tuntas belajar klasikal yaitu minimal 75% dari semua siswa di kelas itu mencapai nilai minimal 75.

H.    Prosedur Penelitian
Prosedur penelitian ini menggunakan model yang dikembangkan oleh Stephen Kemmis dan Robbin MC Taggart yang terdiri dari empat komponen yaitu : 1) Perencanaan (planning), 2) Aksi/tindakan (acting), 3) Observasi (observing), 4) Refleksi (refleting). Pada  tahap perencanaan ini difokuskan pada bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian tindakan kelas ini sekaligus kesiapan para guru dan siswa dalam melaksanakan pembelajaran matematika melalui pendekatan komunikatif untuk memecahkan masalah matematika pada pokok bahasan aritmatika sosial dengan bimbingan kelompok .
1.      Perencanaan
Perencanaan adalah aktivitas untuk menyiapkan segala sesuatu yang akan dilaksanakan dalam tindakan.
2.      Implementasi Tindakan
Rencana pelaksanaan penelitian yang telah disusun sebelumnya kemudian harus dilaksanakan sesuai dengan ketersediaan sarana dan prasarana yang ada. Dengan demikian maka perlu dilakukan pembahasan ulang mengenai strategi yang akan digunakan dalam penelitian tindakan kelas ini.
3. Observasi dan Implementasi
Tahap observasi ini juga perlu dilakukan karena adanya data-data yang pendukung penelitian yang tidak ditemukan pada saat proses pengumpulan data. Observasi ini dilakukan untuk melihat pelaksanaan apakah semua rencana yang telah dibuat dengan baik tidak ada penyimpangan-penyimpangan yang dapat memberikan hasil yang kurang maksimal dalam penelitian tindakan kelas ini.
4.  Analisis dan Refleksi
Kegiatan yang berhubungan dengan pendekatan komunikatif untuk memecahkan masalah matematika pokok bahasan aritmatika perlu dipahami oleh semua warga sekolah khususnya siswa kelas VIII B.
Kemudian sesudah suatu siklus selesai diimplementasikan, khususnya setelah ada refleksi, selanjutnya diikuti dengan adanya perencanaan ulang yang dilaksanakan dalam siklus tersendiri. Demikian seterusnya sampai beberapa kali siklus. Pelaksanaan tindakan yang di buat skenario tindakan yang telah direncanakan, dilaksanakan dalam situasi yang aktual. Pada saat yang bersamaan kegiatan ini juga disertai dengan kegiatan observasi dan interpretasi yang diikuti dengan kegiatan refleksi.


BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A.   Deskripsi Kondisi Awal
Suatu sekolah pastilah dalam mewujudkan visi dan misi yang sudah ada, pastilah membutuhkan suatu upaya dan
B.     Deskripsi Pra Siklus
40
 
Pelajaran matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang sangat dibenci dan tidak disenangi oleh siswa, mereka merasa takut untuk mengikuti pembelajaran matematika di kelas. Apalagi dengan metode yang dipakai guru dalam melakukan pembelajaran, biasanya mereka hanya melakukan pembelajaran dengan pendekatan yang diterapkan oleh guru umumnya masih menggunakan metode ceramah atau ekspositori. Sehingga siswa hanya terlihat diam dan pasif. Kepasifan siswa ini, terdapat beberapa kemungkinan, apakah siswa sudah paham dengan pembelajaran yang dilakukan guru atau siswa tidak memahami materi yang disampaikan oleh guru. Hal tersebut diperkuat pada saat diadakannya tes, maka banyak siswa yang memperoleh nilai kurang dan dalam pemecahan masalah matematika selalu tidak dapat memecahkannya dan hasil nilai yang diperoleh juga rendah. Melihat kondisi yang seperti ini, maka diperlukanlah suatu metode atau cara yang baru untuk meningkatkan pemahamn siswa dalam pemecahan masalah yang ada dalam  pelajaran matematika dan menghilangkan rasa tidak senang dan takut siswa pada pelajaran matematika.
Sebelum diterapkannya metode pendekatan kontekstual, maka guru mulai mengadakan tes awal untuk mengetahui terlebih dahulu kemampuan siswa dalam memecahkan masalah matematika yaitu mengenai Persamaan Linear Dua Variabel yang dapat dilihat dari nilai tes yang telah dilakukan.
  Tabel 4.1. Daftar Nilai Matematika Kelas VIII B
NO.
NIS
NAMA
NILAI
1.
6726
ADITIA SURYA PRATAMA
52
2.
6728
AGUNG TRI H
57
3.
6729
AHMADI PURNO N
62
4.
6657
ASRI DANAWATI
54
5.
6658
CIPTO BAGUS A
56
6.
6771
DEDE ADITYA
64
7.
6772
DEVI SRI RAHAYU
58
8.
6621
DHANIEL ROSALIA
67
9.
6625
DWI LASMINI
54
10.
6745
ENI SULISTYORINI
63
11.
6746
ERNA STYWATI
59
12.
6773
ERPINA MURTI
68
13.
6628
FAJAR PRISMA PRATAMA
69
14.
6776
FITRIANI
75
15.
6777
HARI SETYAWAN
74
16.
6779
HARNO
68
17.
6629
HENDRI WICAKSONO
54
18.
6780
II MARSELA
52
19.
6671
IMANIA SAFITRIANA
56
20.
6753
JAUHAR INSIA
60
21.
6709
LINDA SETYAWATI
64
22.
6754
MELINDA PS
62
23.
6672
MEIGITA PUTRI Y
57
24.
6712
MUH. TAUFIK H
59
25.
6676
MUH. RAKHA S
61
26.
6681
NUGROHO FEBRI
63
27.
6716
PUTRI ARUM
72
28.
6789
RATIH EKA SRIYANTI
54
29.
6682
RISKA APRILIA
64
30.
6645
ROMADHON ADI S
54
31.
6719
SANTI MELIAWATI
59
32
6720
SINTA NOVIANA
54
33
6767
SITI AISYAH
62
34
6649
SRI YUHANI
57
35
6762
TRI MAHAS TUTININGRUM
56
36
6687
WINARSIH
68
37
6724
YANUAR WISNU
57
38
6764
YUNITA BERLY VANESA
62
Berdasarkan hasil tes di atas maka diperoleh data sebagai berikut:
Tabel 4.2. Hasil tes  pra siklus
No
Kategori
Interval
X
f
f(J)
%
Ket
1
2
3
4
Amat baik
Baik
Cukup
Kurang
90-100
70-89
60-69
£59
95
80
65
35
0
3
13
22
0
240
1040
665
0.00
12.94
53.47
34.19
1945/38
= 51.18
Jumlah

38
1945
100
 (Kurang)

C.    Deskripsi Siklus I

Pada Siklus I ini dilakukan beberapa tahapan dari mulai Tindakan perencanaan, pelaksanaan tindakan, observasi, dan refleksi. Dalam menentukan siklus I ini dilakukan beberapa usaha, baik berdiskusi dengan teman guru lain maupun dengan kepala sekolah. Karena dengan meminta masukan dari beberapa teman sejawat dan Kepala Sekolah akan mendapatkan informasi yang jelas mengenai tahap-tahapan yang harus dilakukan untuk memperbaiki pembelajaran Matematika di SMP Negeri 4 Wonogiri Kabupaten Wonogiri.
Siklus I merupakan langkah awal yang sangat menentukan siklus berikutnya, karena dalam siklus ini terdapat usaha pembenahan dalam proses interaksi antara siswa dan guru dalam pembelajaran  Matemática pada pokok bahasan persamaan linear dua variable pada siswa kelas VIII B di SMP Negeri 4 Wonogiri Semestre 1 Tahun Pelajaran 2008/2009, adapun langkah-langkah yang merupakan tahapan proses pembenahan, antara lain;
1.      Perencanaan Tindakan
Pada siklus I ini, langkah-langkah yang akan dilakukan adalah melakukan beberapa persiapan sebelum melaksanakan semua tindakan pembelajaran Matematika pada pokok bahasan Persamaan Linear Dua Variabel pada siswa kelas VIII B di dalam kelas. Sebelum melakukan proses pembelajaran di dalam kelas, terlebih dahulu mempersiapkan beberapa hal yang menunjang seperti membuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), membuat Lembar Kegiatan Siswa (LKS) dan membuat beberapa soal uji kompetensi, menyiapkan pembentukan kelompok-kelompok siswa yang heterogen dan memilih salah satu siswa sebagai ketua kelompok, membuat lembar pengamatan aktivitas siswa dalam KBM dan lembar pengamatan tinjauan kelas, menetapkan satu guru (peneliti) untuk mengajar, dan satu guru yang lain sebagai pengamat. Kemudian menyiapkan lembar observasi agar dapat memantau perkembangan siswa dalam memahami pelajaran matematika.
2.      Tindakan Pelaksanaan
Pelaksanaan tindakan dilakukan sesuai dengan rencana yang telah direncanakan pada tindakan perencanaan di atas. Pertama kali yang dilakukan dalam tindakan pada siklus I ini adalah: setelah guru masuk ke dalam kelas, guru menyampaikan tujuan pembelajaran, kemudian guru menginformasikan model pembelajaran yang digunakan yaitu menggunakan pendekatan kontekstual. Setelah itu maka guru memotivasi siswa (memfokuskan siswa) dengan cara tanya jawab masalah kehidupan sehari-hari yang berkaitan dengan Persamaan Linear Dua Variabel. Siswa diingatkan kembali tentang materi pelajaran operasi hitung pada bentuk aljabar, mengenai variabel, konstanta, koefisien dan suku-suku pada bentuk aljabar (permodelan dan questioning). Kemudian Guru membagi siswa dalam kelompok heterogen yang beranggotakan 4 orang siswa dan menetapkan satu siswa sebagai ketua kelompok dan membagikan lembar kerja siswa yang berisikan permasalahan yang berkaitan dengan persamaans linear dua variabel untuk didiskusikan secara berkelompok (menciptakan masyarakat belajar). Pada pelaksanaan tindakan ini guru senantiasa mengajukan pertanyaan yang membuat siswa berpikir tentang permasalahan tersebut (question). Dengan bimbingan guru, kelompok-kelompok tersebut menyimpulkan hasil diskusi mereka (inquiri dan constructivisme), setelah itu beberapa kelompok mempresentasikan hasil diskusi kelompoknya di depan kelas (permodelan), dan kelompok lain menanggapi (question), selain para siswa memberikan tanggapan maka guru juga menanggapi dan menghargai presentasi dan pendapat siswa. Pada akhir kegiatan guru membimbing siswa menyimpulkan hasil diskusi mengenai Persamaan Linear Dua Variabel. Setelah itu dilakukan iji kompetensi guna mengetahui pemahaman siswa dalam pelajaran matematika pada pokok bahasan Persamaan Linear Dua Variabel.
3.      Observasi
Hasil observasi yang telah dilakukan nampak bahwa pada saat KBM berlangsung, pengamat mengamati aktivitas belajar siswa, yang ditandai dengan keberanian siswa bertanya, menjawab pertanyaan, keberanian siswa dalam menyampaikan hasil diskusi mereka. Dari hasil pengamatan tersebut diperoleh bahwa siswa yang mampu bertanya hanya sebagian kecil siswa dan yang mampu menjawab pertanyaan hanya sebesar menjawab pertanyaan 30 % dari jumlah siswa, dan yang paing banyak adalah siswa yang tidak melakukan aktivitas sama sekali yaitu sekitar 47.5 %. Dari hasil uji kompetensi pada siklus I diperoleh hasil belajar siswa kelas VIII B SMPN 4 Wonogiri Semester I Tahun Pelajaran 2008/2009 pada pokok bahasan Persamaan Linear Dua Variabel sebagai berikut:
Tabel 4.3. Hasil tes siklus I
No
Kategori
Interval
X
f
f(J)
%
Ket
1
2
3
4
Amat baik
Baik
Cukup
Kurang
90-100
70-89
60-69
£59
95
80
65
35
4
5
17
12
380
400
1105
420
16.49
17.35
47.94
18.22
2305/38
= 60.66

Jumlah

38
2305
100
 (Cukup)

4.      Refleksi
Hasil yang didapatkan dalam tahap pengamatan dikumpulkan dan dianalisa. Dari hasil pengamatan tersebut guru dapat merefleksikan diri, ternyata pada siklus I ini, belum bisa meningkatkan hasil prestasi siswa dalam menyelesaikan soal yang berkaitan dengan Persamaan Linear Dua Variabel, sehingga masih perlu adanya perbaikan dalam pengelolaan KBM dengan Metode Pendekatan Kontekstual ini. Hasil refleksi ini merupakan bahan acuan untuk memperbaiki pembelajaran ini pada siklus berikutnya.

D.    Deskripsi Siklus II

Melihat hasil siklus I yang kurang maksimal dalam pemelajaran matematika, maka guna memaksimalkan hasil yang diingin dicapai maka dilakukan siklus lanjutan. Siklus lanjutan ini juga terdiri dari tindakan perencanaan, pelaksanaan tindakan, observasi dan refleksi.
1.      Perencanaan Tindakan
Perencanaan tindakan pada siklus II ini dilakukan tidak jauh beda dengan siklus I yaitu dengan membuat Rencana Pembelajaran (RP) Siklus II, membuat Lembar Kegiatan Siswa (LKS) dan membuat beberapa soal uji kompetensi siklus II, membuat Lembar Pengamatan Aktivitas Siswa dalam KBM dan Lembar Pengamatan Tinjauan Kelas. Tidak lupa dalam akhir kegiatan selalu dilakukan suatu evaluasi guna mengetahui peningkatan d an perubahan yang dialami oleh siswa selama melakukan KBM.
2.      Tindakan Pelaksanaan
Pelaksanaan tindakan yang dilakukan pada siklus II ini, dilakukan dengan melihat hasil pada siklus I di atas, dengan melihat kekurangan yang ada, maka pada siklus II ini dilakukan langkah-langkah perbaikan. Tindakan yang dilakukan pada siklus II ini meliputi: Tindakan siklus II dilaksanakan dalam 2 kali pertemuan yaitu: pada pertemuan (1) Setelah guru memasuki ruang maka guru/peneliti menyampaikan tujuan pembelajaran, setelah itu guru mulai membagi siswa dalam kelompok-kelompok yang heterogen yang terdiri atas 4 siswa. Setelah kelompok terbentuk maka guru menyajikan masalah kontekstual yang berhubungan dengan operasi bentuk aljabar kepada siswa, dan kemudian guru  memberikan soal pada setiap kelompok untuk dikerjakan siswa bersama kelompoknya. Guru membimbing siswa cara menentukan penyelesaian Persamaan Linear Dua Variabel. Beberapa kelompok diminta untuk menyampaikan hasil diskusinya, kelompok lain menanggapi, kemudian guru memberikan penghargaan berupa pujian kepada kelompok yang tampil terbaik dan guru merangkum materi pelajaran yang telah mereka dapatkan. Pada pertemuan ke dua, pelaksanaan tindakan yang dilakukan adalah dengan mengadakan uji kompetensi kepada para siswa guna mengetahui peningkatan yang diperoleh siswa dalam memahami pelajaran matematika dalam pokok bahasan Persamaan Linear Dua Variabel.
3.      Observasi
Hasil pengamatan yang telah dilakukan menunjukkan bahwa Pada saat KBM berlangsung, pengamat mengamati aktivitas belajar siswa, yang ditandai dengan keberanian siswa bertanya, menjawab pertanyaan, keberanian siswa dalam menyampaikan hasil diskusi mereka. Dari hasil pengamatan tersebut diperoleh bahwa siswa yang mempunyai keberanian untuk bertanya mengalami peningkatan, dan siswa yang menjawab pertanyaan yang telah diberikan oleh guru juga meningkat dan siswa yang tidak melakukan aktivitas apapun mengalami penurunan dibandingkan pada siklus I, dengan melihat hal tersebut maka dapat dikatakan pada siklus II ini tingkat pemahaman siswa dalam pembelajaran Matematika mengalami peningktan. Selain itu pada uji kompetensi yang telah dilakukan dapat terlihat perolehan nilai siswa juga mengalami penngkatan yaitu dapat dilihat dari tabel di bawah ini:




Tabel 4.4. Hasil tes siklus II
No
Kategori
Interval
X
f
f(J)
%
Ket
1
2
3
4
Amat baik
Baik
Cukup
Kurang
90-100
70-89
60-69
£59
95
80
65
35
11
14
7
6
1045
1120
455
210
36.93
39.58
16.08
7.42
2830/38
= 74.47
Jumlah

38
2830
100
 (Baik)

4.      Refleksi
Dari pengamatan yang diperoleh dari hasil penelitian dan pengamatan yang telah dilakukan telah diuraikan dapat diambil suatu kesimpulan bahwa: Aktivitas siswa pada siklus II ini mengalami peningkatan meski belum sesuai dengan yang diharapkan, sebagai penyempurnaannya akan dilakukan siklus ke III,  Pengelolaan kelas oleh gurupun mengalami peningkatan dan akan lebih diperbaiki pada siklus ke III, Hasil pemahaman siswa nampak terdapat peningkatan pada siklus II ini, dan akan lebih ditingkatkan lagi pada siklus berikutnya

E.     Deskripsi Siklus III

Siklus III merupakan penggabungan antara hasil refleksi siklus I dan II baik mengenai kekurangan yang ada maupun kelebihan yang ada. Pada siklus III ini juga terdiri dari tindakan perencanaan, pelaksanaan tindakan, observasi dan refleksi. Adapun langkah-langkah yang akan dilaksanakan adalah sebagai berikut:
1.      Perencanaan Tindakan
Langkah-langkah yang dilakukan dalam perencanaan tindakan pada siklus III ini adalah peneliti membuat Rencana Pembelajaran Siklus III, kemudian membuat soal-soal yang berkaitan dengan Persamaan Linear Dua Variabel untuk tes formatif dan menyiapkan Tabel Pengamatan Aktivitas Siswa dalam KBM, dan Pengamatan Tinjauan Kelas.
2.      Tindakan Pelaksanaan
Pada siklus III ini guru terlebih dahulu memberikan informasi kepada para siswa tentang hasil dari siklus I dan II. Dengan melihat kekurangan yang ada maka pada siklus ini langkah yang pertama kali dilakukan yaitu dengan melakukan langkah-langkah perbaikan. Setelah menyusun langkah perbaikan kemudian guru mengingatkan kembali pelajaran yang lalu dan memotivasi siswa untuk lebih memahami materi berikutnya dan  menyampaikan tujuan pembelajaran yang hebdak dicapai pada siklus ini. Setelah itu Guru membagi siswa dalam kelompok-kelompok yang terdiri atas 4 – 5 siswa (menciptakan masyarakat belajar), kemudian guru membagikan LKS yang berisikan masalah sehari-hari yang berkaitan dengan Persamaan Linear Dua Variabel kepada setiap kelompok untuk dikerjakan. Beberaa kelompok mempresentasikan hasil diskusi mereka dan kelompok lain menanggapi (permodelan/modeling dan bertanya/questioning). Guru memberikan pujian/penghargaan untuk kelompok dengan hasil terbaik, setelah itu Siswa dengan bimbingan guru merangkum materi pelajaran (refleksi). Pada pertemuan kedua pelaksanaan tindakan dilakukan untuk melakukan tes formatif.
3.      Observasi
Hasil pengamatan yang telah dilakukan pada siklus III ini menunjukkan bahwa pada saat KBM berlangsung, pengamat mengamati aktivitas belajar siswa, yang ditandai dengan keberanian siswa bertanya, menjawab pertanyaan, keberanian siswa dalam menyampaikan hasil diskusi mereka. Dari hasil pengamatan tersebut diperoleh bahwa siswa yang mempunyai keberanian untuk bertanya mengalami peningkatan yang pesat, dan siswa yang menjawab pertanyaan yang telah diberikan oleh guru juga meningkat dan siswa yang tidak melakukan aktivitas apapun mengalami penurunan bahkan hampir tidak terdapat siswa yang kurang aktif, karena semua siswa yang ada sudah dapat aktif dalam mengikuti pembelajaran matematika dibandingkan pada siklus II. Peningkatan tersebut didukung dengan perolehan nilai yang diperoleh oleh siswa mengalami peningkatan. Berdasarkan data statistik yang diperoleh adalah sebagai berikut:
Tabel 4.5. Hasil tes siklus III
No
Kategori
Interval
X
f
f(J)
%
Ket
1
2
3
4
Amat baik
Baik
Cukup
Kurang
90-100
70-89
60-69
£59
95
80
65
35
25
10
3
0
2375
800
195
0
70.47
23.74
5.79
0.00
3370/38
= 88.68
Jumlah

38
3370
100
 (Baik)

4.      Refleksi
Dari data yang telah diperoleh dari hasil penelitian dan pengamatan yang telah diuraikan dapat diambil suatu kesimpulan bahwa: Aktivitas siswa pada siklus III ini mengalami peningkatan sesuai dengan yang diharapkan. Pengelolaan kelas oleh guru pun sudah cukup meningkat. Hasil pemahaman siswa pada siklus III juga mengalami peningkatan sesuai dengan target yang diharapkan terbukti dengan peningkatan prestasi yang diperoleh para siswa.

F.     Pembahasan Tiap Siklus dan Antar Siklus

Proses pembelajaran yang diterapkan oleh guru sering tidak sesuai dengan mata pelajaran yang dibawakan. Akibat dari ketidaksesuaian metode pembelajaran yang digunakan dalam mengajar akan mempengaruhi motivasi siswa dalam belajar, bisa menjadikan siswa merasa bosan dan tidak bersemangat untuk melakukan pembelajaran, sehingga pemahaman terhadap suatu pelajaran atau materi yang telah disampaikan oleh guru juga kurang sehingga prestasi atau nilai yang diperoleh juga rendah dan mengakibatkan pembelajaran yang dilakukan tidak berjalan dengan baik. Seperti halnya di SMP Negeri 4 Wonogri khususnya kelas VIII B Semester I Tahun Pelajaran 2008/2009, metode pembelajaran yang digunakan dalam pembelajaran matematika guru biasanya menggunakan metode ceramah, dimana guru hanya menerangkan materi yang akan disampaikan dan siswa hanya disuruh memperhatikan, kemudian siswa diberi soal yang sesuai dengan  buku diktat yang diberikan tanpa adanya suatu pengembangan soal yang ada, sehingga siswa merasa takut dan malas untuk mengikuti pembelajaran tersebut. Melihat kondisi tersebut maka dalam penelitian ini digunakan suatu pendekatan kontekstual atau CTL untuk dapat memecahkan masalah matematika pada pokok bahasan Persamaan Linear Dua Variabel dengan adanya bimbingan dari guru yang bersangkutan. Tahap pra siklus merupakan suatu tahap awal sebelum proses penelitian dilakukan, dimana dalam tahap ini prestasi siswa menunjukkan hasil yang sangat tidak baik atau nilai yang mereka peroleh sangat kuran, hal ini menunjukkan bahwa tingkat pemahaman siswa dalam mata pelajaran Matematika kurang. Untuk itu diterapkan siklus I, sebagai awal dari pelaksanaan metode yang baru. 
Pada siklus I dari 38 siswa ternyata banyak siswa yang kurang aktif atau acuh dalam mengikuti proses belajar mengajar. Hal ini dapat disebabkan karena siswa kurang memiliki prasyarat dalam mengikuti pembelajaran pada pokok bahasan Persamaan Linear Dua Variabel sehingga materi ini dianggap sukar oleh sebagian siswa. Maka siswa harus diberi motivasi agar lebih bersemangat dalam proses belajar mengajar yaitu antara lain dengan diberi pertanyaan-pertanyaan yang berhubungan dengan materi yang disampaikan. Bila jawaban siswa benar, guru memberi penguatan atau pujian agar siswa merasa senang. Guru juga harus memberi tahu bahwa manfaat menguasai materi Persamaan Linear Dua Variabel itu sangat penting karena dapat digunakan menyelesaikan masalah-masalah dalam kehidupan sehari-hari yang berkaitan dengan Persamaan Linear Dua Variabel. Dengan melihat hasil pemahaman siswa, ternyata dari 38 siswa terdapat 12 siswa (18.22%) yang dapat dikategorikan memiliki tingkat pemahaman yang kurang yaitu mendapat nilai £ 59, sedang siswa yang memiliki kemampuan dalam kategori cukup sejumlah 17 siswa (47,94%) yaitu mendapat nilai antara 60-69. siswa yang memiliki kemampuan dalam kategori baik sejumlah 5 siswa (17,35%) yaitu mendapat nilai antara 70-89 dan siswa yang memiliki kemampuan dalam kategori amat baik sejumlah 4 siswa (16,49 %) yaitu mendapat nilai antara 90-100, dan rata-rata kemampuan dalam memahami pelajaran matematika yang diperoleh pada siklus I ini oleh para siswa kelas VIII B ini adalah 60.66. Dengan melihat hasil yang diperoleh siswa dalam tingkat pemahaman pelajaran matematika dalam pokok bahasan Persamaan Linear Dua Variabel dapat dijelaskan bahwa dalam sikus I penguasaan guru terhadap materi pembelajaran sudah baik, tapi perhatian guru kurang merata pada seluruh siswa. Sehingga ada beberapa siswa yang kurang aktif, acuh, dan sibuk bermain (ngobrol) sendiri. Kesimpulannya pada siklus I kegiatan pembelajaran belum berhasil karena belum memenuhi tolak ukur keberhasilan yaitu tuntas belajar klasikal minimal 75%. Hal ini disebabkan karena masih banyak siswa yang acuh dan kurang aktif dalam mengikuti KBM. Siswa yang kurang menguasai materi prasyarat yaitu suku-suku pada bentuk aljabar. Dengan demikian peneliti perlu melakukan tindakan selanjutnya untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal Persamaan Linear Dua Variabel.
Pada siklus kedua ini, terlihat bahwa siswa yang kurang aktif sudah berkurang jika dibandingkan dengan siklus pertama. Dari hasil pemahaman siswa juga terjadi peningkatan kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal, terbukti dari 38 siswa terdapat 6 siswa (7,42 %) yang dapat dikategorikan memiliki tingkat pemahaman yang kurang yaitu mendapat nilai £ 59, sedang siswa yang memiliki kemampuan dalam kategori cukup sejumlah 7 siswa (16,08 %) yaitu mendapat nilai antara 60-69. siswa yang memiliki kemampuan dalam kategori baik sejumlah 14 siswa (39.58 %) yaitu mendapat nilai antara 70-89 dan siswa yang memiliki kemampuan dalam kategori amat baik sejumlah 11 siswa (36.93%) yaitu mendapat nilai antara 90-100, dan rata-rata kemampuan dalam memahami pelajaran matematika yang diperoleh pada siklus II ini oleh para siswa kelas VIII B adalah 74,47. Berarti ada peningkatan kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal Persamaan Linear Dua Variabel. Pada siklus II ini kegiatan guru dalam melakukan pembelajran matematika sudah ada peningkatan dibandingkan siklus I yaitu perhatian guru sudah merata dan siswa yang pasif diberi pertanyaan sehingga siswa menjadi aktif. Kesimpulannya pada siklus ke-2 terjadi peningkatan kemampuan pemahaman siswa dalam pemelajaran matematika pada pokok bahasan Persamaan Linear Dua Variabel, hal ini disebabkan karena siswa semakin aktif dalam mengikuti kegiatan belajar mengajar.
Pada siklus ketiga ini, siswa sudah semakin aktif dibandingkan dengan siklus kedua, dari hasil prestasi siswa juga terjadi peningkatan kemampuan pemahaman siswa dalam menyelesaikan soal, terbukti siswa yang masuk dlam kategori mempunyai pemahaman yang kurang sudah tidak terdapat lagi. Dan  tidak tuntas belajar tinggal 9 siswa (22,5%) sedang siswa yang memiliki kemampuan dalam kategori cukup sejumlah 3 siswa (5,79 %) yaitu mendapat nilai antara 60-69. Siswa yang memiliki kemampuan dalam kategori baik sejumlah 10 siswa (23,74 %) yaitu mendapat nilai antara 70-89 dan siswa yang memiliki kemampuan dalam kategori amat baik sejumlah 25 siswa (70,47 %) yaitu mendapat nilai antara 90-100 atau hampir 50% dari jumlah siswa yang ada dan rata-rata kemampuan dalam memahami pelajaran matematika yang diperoleh pada siklus II ini oleh para siswa kelas VIII B adalah 88.68. melihat hasil tersebut berarti terdapat peningkatan kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal Persamaan Linear Dua Variabel. Sedang dalam kegiatan belajar mengajar oleh guru, kegiatan guru sudah cukup baik dalam mengelola kegiatan belajar mengajar dengan pendekatan kontekstual (CTL). Kesimpulan pada siklus ketiga terjadi peningkatan prestasi belajar Persamaan Linear Dua Variabel, hal ini disebabkan karena siswa semakin aktif dalam mengikuti kegiatan belajar mengajar.

G.    Kesimpulan Dari Hasil Pengamatan
Berdasarkan penjabaran dan pemaparan yang telah dilakukan di atas, bahwa suatu pembelajaran akan dapat berjalan dengan baik apabila dalam proses pembelajaran menggunakan metode pembelajaran yang cocok. Dari hasil yang diperoleh di atas, dapat di simpulkan bahwa dengan melihat hasil penelitian di kelas VIII B SMP N 4 Wonogiri Kabupaten Wonogiri pada semester I tahun pelajaran 2008/2009 tersebut di atas dapat dijelaskan bahwa faktor-faktor yang paling banyak menyebabkan siswa mengalami kesulitan dalam memahami materi pokok bahasan Persamaan Linear Dua Variabel adalah:
1.      Siswa tidak mampu menyelesaikan Persamaan Linear Dua Variabel karena tidak memahami materi prasyarat yaitu operasi hitung pada bentuk aljabar pada bab sebelumnya.
2.      Siswa tidak dapat menyelesaikan Persamaan Linear Dua Variabel disebabkan karena siswa kurang aktif dalam kegiatan belajar mengajar dengan pendekatan kontekstual (CTL).
3.      Siswa kurang aktif dalam kegiatan belajar mengajar dengan pendekatan kontekstual karena siswa kurang memiliki keberanian untuk tampil di muka kelas (malu dan kurang percaya diri).
4.      Siswa tidak mampu menyelesaikan soal-soal cerita ke dalam kalimat matematikanya otomatis siswa akan mengalami kesalahan pada tahap perhitungan dalam menarik kesimpulan.
Tindakan yang harus dilakukan pada siswa yang mengalami kesulitan adalah:
1.      Siswa yang tidak mampu menyelesaikan Persamaan Linear Dua Variabel karena tidak memahami operasi hitung pada bentuk aljabar diberikan PR yang berkaitan dengan operasi hitung pada bentuk aljabar utuk latihan di rumah.
2.      Siswa yang tidak mampu menyelesaikan Persamaan Linear Dua Variabel karena kurang aktif dalam kegiatan pembelajaran diberi perhatian dengan pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan Persamaan Linear Dua Variabel agar siswa tersebut menjadi lebih aktif dalam kegiatan pembelajaran.
3.      Siswa yang kurang aktif dalam kegiatan belajar mengajar karena kurang memiliki keberanian untuk tampil di muka kelas, diberikan kepercayaan, dorongan dan motivasi agar siswa tersebut lebih percaya diri untuk tidak malu-malu tampil di muka kelas dan lebih aktif dalam mengikuti kegiatan belajar mengajar.
4.      Siswa yang tidak mampu menyelesaikan soal-soal cerita dalam kalimat matematika dibimbing agar mampu mengungkapkan soal-soal cerita ke dalam kalimat matematika.


BAB V
PENUTUP

A.    Simpulan

Dari hasil penelitian tindakan kelas sebagai upaya meningkatkan pemahaman siswa kelas VIII B SMP N 4 Wonogiri Kabupaten Wonogiri dalam pokok bahasan Persamaan Linear Dua Variabel melalui model pembelajaran dengan pendekatan kontekstual (CTL) maka dapat diambil suatu kesimpulan yaitu:
1.      Strategi yang digunakan dalam meningkatkan pemahaman siswa pada pembelajaran Matematika pokok bahasan Persamaan Linear Dua Variabel pada siswa kelas VIII B SMP Negeri 4 Wonogiri Semester I Tahun Pelajaran 2008/2009 adalah dengan menggunakan pendekatan kontektual (Contextual Teaching and Learning (CTL)), metode ini digunakan karena sebelum menggunakan metode ini dalam proses pembelajran guru sering menggunakan metode ceramah atau ekspositori sehingga siswa kurang dituntut untuk dapat lebih aktif dan kreatif sehingga pemahaman siswa dalam pembelajaran Matematika juga rendah.
2.     
53
 
Pengaruh penerapan model pembelajaran melalui pendekatan kontekstual (Contextual Teaching and Learning (CTL)) terhadap peningkatan pemahaman siswa pada pembelajaran Matematika pokok bahasan Persamaan Linear Dua Variabel pada siswa kelas VIII B SMP Negeri 4 Wonogiri Semester I Tahun Pelajaran 2008/2009 adalah melalui metode pembelajaran dengan menggunakan model pendekatan kontektual ini, tingkat pemahaman siswa dalam pelajaran matematika pada pokok bahasan Persamaan Linear Dua Variabel dapat meningkat.
3.      Faktor-faktor yang dapat menghambat pelaksanaan dalam upaya meningkatkan pemahaman siswa pada pembelajaran Matematika pokok bahasan Persamaan Linear Dua Variabel pada siswa kelas VIII B SMP Negeri 4 Wonogiri Semester I Tahun Pelajaran 2008/2009 adalah siswa tidak mampu menyelesaikan Persamaan Linear Dua Variabel karena tidak memahami materi prasyarat yaitu operasi hitung pada bentuk aljabar pada bab sebelumnya, siswa tidak dapat menyelesaikan Persamaan Linear Dua Variabel disebabkan karena siswa kurang aktif dalam kegiatan belajar mengajar dengan pendekatan kontekstual (CTL), karena siswa kurang memiliki keberanian untuk tampil di muka kelas (malu dan kurang percaya diri), siswa tidak mampu menyelesaikan soal-soal cerita ke dalam kalimat matematikanya otomatis siswa akan mengalami kesalahan pada tahap perhitungan dalam menarik kesimpulan.

B.     Implikasi/Rekomendasi
Penerapan pendekatan CTL menggunakan model kontektual diterapkan di SMP Negeri 4 Wonogiri telah berjalan dengan baik dan mampu meningkatkan pemahaman siswa dalam pembelajaran matematika. Karena dengan metode ini siswa lebih dicondongkan untuk kreatif dan aktif dalam melakukan pembelajaran serta pengerjaan soal yang diberikan, karena dengan pemecahan soal baik secara kelompok maupun individu siswa lebih mudah untuk memecahkannya. Keberhasilan ini tidak lepas dari peran guru yang telah berhasil membangkitkan keaktifan siswa untuk lebih aktif dalam memahami pelajaran matematika. Dengan meningkatnya keaktifan siswa maka minat siswa terhadap mata pelajaran matematika yang  dianggap sebagai mata pelajaran yang menakutkan akan menjadi pelajaran yang menyenangkan dan akan berujung pada peningkatan pemahaman siswa terhadap materi yang diberikan dan prestasi yang diperoleh mata pelajaran matematika di SMP Negeri 4 Wonogiri Semester I Tahun Pelajaran 2008/2009.

C.    Saran
Berdasrkan hasil penelitian di atas saran yang dapat diberikan peneliti adalah sebagai berikut:
1.      Dalam pembelajaran pokok bahasan Persamaan Linear Dua Variabel guru disarankan untuk menggunakan metode pembelajaran dengan pendekatan kontekstual (Contextual Teaching and Learning (CTL)).
2.      Guru harus dengan sabar membimbing siswa, khususnya siswa di kelas rendah agar pokok bahasan Persamaan Linear Dua Variabel bukan merupakan pokok bahasan yang dirasakan sulit.
3.      Guru harus bisa menciptakan suasana yang ceria sehingga pelajaran matematika khususnya pokok bahasan Persamaan Linear Dua Variabel menjadi pelajaran yang menyenangkan.
4.       Guru harus memiliki sifat dasar yaitu ikhlas dan ulet dalam melakukan pembelajaran kepada siswa, sehingga siswapun akan dengan senang hati dan ikhlas menerima pelajaran matematika terutama pada pokok bahasan Persamaan Linear Dua Variabel.





DAFTAR PUSTAKA


Arikunto.S., 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Rineka Cipta-Jakarta

Depdiknas. 2005. Kurikulum 2004. Pedoman Khusus Pengembangan System Penilaian Berbasis Kompetensi SMP Mata Pelajaran Matematika. Dirjen Dikdasmen Direktorat Pendidikan Lanjutan Pertama. Jakarta.

Depdiknas. 2005. Modul SMP Terbuka, Matematika Kelas I Semester I, Kegiatan Siswa. Dirjen Dikdasmen Direktorat Pendidikan Lanjutan Pertama.

Depdiknas. 2005. Pendekatan Pembelajaran Matematika. Bahan Pelatihan Terintegrasi Berbasis Kompetensi Guru SMP di PPPG Matematika Yogyakarta. Dirjen Dikdasmen Direktorat Pendidikan Lanjutan Pertama.

Depdiknas. 2005. Penelitian Tindakan Kelas. Bahan Pelatihan Terintegrasi Berbasis Kompetensi Guru SMP di PPPG Matematika Yogyakarta. Dirjen Dikdasmen Direktorat Pendidikan Lanjutan Pertama.

Dimyati, dkk. 2006. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta. Penerbit Rineka Cipta.
Miles M.B dan Huberman A.M. 1997. Analisis Data Kualitatif. Universitas Indonesia Press.

Moleong L.J. 2007. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung. PT. Remaja Rosdakarya.
Sudjana S. 2000. Strategi Pembelajaran Pendidikan Luar Sekolah. Bandung. Penerbit Falah Production.

Sugiyono, Prof. Dr., 2007. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta.
Sukardi. 2006. Penelitian Kualitatif-Naturalistik Dalam Pendidikan. Yokyakarta. Usaha Keluarga.

Sukmadinata N.S. 2007. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung. Remaja Rosdakarya.





56
 
 








0 komentar:

Posting Komentar