Minggu, 22 Juli 2012

terapi tingkah laku


TERAPI TINGKAH LAKU

Terapi tingkah laku adalah penerapan aneka ragam teknik dan prosedur yang berakar pada berbagai teori tentang belajar.  Berdasar teori belajar modifikasi tingkah laku dan terapi tingkah laku adalah pendekatan-pendekatan terhadap konseling dan psikoterapi yang berurusan dengan perubahan tingkah laku. Peningkatan pengaruh terapi tingkah laku juga dimanifestasikan dalam sejumlah besar departemen psikologi yang melaksanakan pendidikan psikologi klinis dan konseling dalam metode-metode behavioral.


Modifikasi tingkah laku telah memberikan pengaruh yang besar kepada lapangan pendidikan, terutama pada area pendidikan khusus yang menangani anak-anak yang memiliki masalah belajar dan tingkah laku. Salah satu aspek paling penting dari gerakan modifikasi tingkah laku adalah penekanannya pada tingkah laku yang bias didefinisikan secara operasional,diamati,dan diukur. Tingkah laku,bukan konstruk-konstruk yang tidak bisa diukur yang vital bagi  pendekatan-pendekatan psikodinamik adalah focus perhatian terapiutik.

@Konsep-konsep utama

Pandangan tentang sifat manusia
Behaviorisme adalah suatu pandangan ilmiah tentang tingkah laku manusia. Dalil dasarnya adalah bahwa tingkah laku itu tertib dan bahwa eksperimen yang dikendalikan dengan cermat akan menyingkapkan hukum-hukum yang mengendalikan tingkah laku. Behaviorisme ditandai oleh sikap membatasi metode-metode dan prosedur-prosedur pada data yang dapat diamati.

Tingkah laku pada dasarnya merupakan hasil dari kekuatan-kekuatan lingkungan dan factor-faktor genetic,para behavioris memasukkan pembuatan keputusan sebagai salah satu bentuk tingkah laku. Terapi tingkah laku kontemporer bukanlah suatu pendekatan yang sepenuhnya deterministic dan mekanistik,yang menyingkirkan potensi para klien untuk memilih. Hanya “para behavioris yang radikal” yang menyingkirkan kemungkinan menentukan diri dari individu.

Ciri-ciri terapi tingkah laku
Terapi tingkah laku, berbeda dengan sebagian besar pendekatan terapi lainnya, ditandai oleh:
a.       Pemusatan perhatian kepada tingkah laku yang tampak dan spesifik
b.      Kecermatan dan penguraian tujuan-tujuan threatmen
c.       Perumusan prosedur threatmen yang spesifik yang sesuai dengan masalah
d.      Penaksiran obyektif atas hasil-hasil terapi
Urusan terapeutik utama  adalah mengisolasi tingkah laku masalah dan kemudian menciptakan cara-cara untuk mengubahnya.
Terapi tingkah laku bertujuan memperolah tingkah laku baru, penghapusan tingkah laku yang maladaptive, serta memperkuat dan mempertahankan tingkah laku yang di inginkan.


Pengondisian klasik versus pengondisian opera
Pengondisian klasik atau disebut pengondisisan responden, berasal dari karya tavlove. Pengondisian klasik itu melibatkan stimulus tak berkondisi  (UCS) yang secara otomatis membangkitkan respons berkondisi (CR), yang sama dengan respons tak berkondisi  (UCR) apabila diasosiakan dengan stimulus tak berkondisi. Jika UCS di pasangkan dengan suatu stimulus berkondisi (CS) lambat laun CS mengarahkan kemunculan CR.
Pengondisian opera ini dikenal juga dengan sebutan pengondisian instrumental karena memperlihatkan bahwa tingkah laku instrumental bisa dimunculkan oleh organisme yang aktif sebelum perkuatan di berikan untuk tingkah laku tersebut.
Dalam pengondisian opera, pemberian kekuatan positif bisa memperkuat tingkah laku, sedangkan pemberian perkuatan negative bisa memperlemah tingkah laku.


Proses terapiutik
Tujuan-tujuan terapiutik
Tujuan umum terapi tingkah laku adalah menciptakan kondisi-kondisi baru bagi proses belajar. Dasar alasannya ialah bahwa segenap tingkah laku adalah dipelajari ( learned ), termasuk tingkah laku yang maladaptive.  Terapi tingkah laku pada hakikatnya terdiri atas proses penghapusan hasil belajar yang tidak adaptif dan pemberian pengalaman- pengalaman belajar yang di dalamnya respons-respons yang layak yang belum di pelajari.

                Menurut Krumboltz dan Thorensen telah mengembangkan tiga criteria bagi perumusan tujuan yang bisa diterima dalam konseling tingkah laku :

1.       Tujuan yang dirumuskan haruslah tujuan yang di inginkan oleh klien.
2.       Konselor harus bersedia membantu klien dalam mencapai tujuan
3.       Harus terdapat kemungkinan untuk menaksir sejauh mana klien bisa mencapai tujuannya.
Tugas terapis adalah mendengarkan kesulitan klien secara aktif dan empatik. Lebih dari itu terapis membantu klien menjabarkan bagaimana dia akan bertindak diluar cara-cara yang di tempuh sebelumnya. Dengan berfokus pada tingkah laku yang spesifik yang ada pada kehidupan klien sekarang,terapis membantu klien menerjemahkan kebingungan yang dialaminya kedalam suatu tujuan kongkrit yang mungkin untuk dicapai.

Fungsi dan peran terapis

Terapis tingkahlaku harus memainkan peran aktif dan direktif dalam pemberian treatmen, yakni terapis menerapkan pengetahuan ilmiah pada pencarian pemecahan-pemecahan bagi masalah-masalah manusia, para kliennya. Terapis tingkahlaku secara khas berfungsi sebagai guru, pengarah, dan ahli dalam mendiagnosis tingkah laku yang maladaktif dan dalam menentukan prosedur-prosedur penyembuhan yang diharapkan mengarah kepada tingkah laku yang baru dan adjustive.

Menurut Krasner (1967), bahwa peran seorang terapis terlepas dari aliansi teoretisnya, sesungguhnya adalah mesin perkuatan apapun yang dilakukannya, terapis pada dasarnya terlihat dalam pemberian perkuatan-perkuatan social, baik yang positif maupun yang negative.

Krasner juga menunjukkan bahwa peran terapis adalah memanipulasi dan mengendalikan psikoterapi dengan pengetahuan dan kecakapannya menggunakan tehnik-tehnik belajar dalam suatu situasi perkuatan social.

Menurut Goodstein (1972) bahwa peran terapis sebagai pemberi perkuatan dan menyatakan bahwa peran mengendalikan tingkah laku klien yang dimainkan oleh terapis melalui perkuatan menjangkau situasi di luar konseling serta dimasukkan ke dalam tingkah laku klien dalam dunia nyata. Fungsi lainnya adalah peran terapi sebagai model bagi klien.

Menurut Bandura (1969) mengungkapkan bahwa salah satu proses fundamental yang memungkinkan klien bisa mempelajari tingkah laku baruadalah imitasi atau pencotohan social yang disajikan oleh terapis. Terapis sebagai pribadi, menjadi model yang penting bagi klien. Karena klien sering memandang terapis sebagai orang yang patut diteladani, klien acap kali meniru sikap-sikap, nilai-nilai, kepercayaan-kepercayaan, dan tingkah laku terapis. Jadi, terapis harus menyadari peranan penting yang dimainkannya dalam proses identifikasi.

Pengalaman klien dalam terapi
Carkhuff dan Berenson (1967) menunjukan bahwa sekalipun klien boleh jadi berada dalam peran sebagai “penerima teknik-teknik yang pasif”, ia diberi keterangan yang tentang teknik-teknik yang digunakan. Keterlibatan klien dalam proses terapeutik karenanya harus dianggap sebagai kenyataan bahwa ‘’sementara teraois memiliki tanggung jawab yang utama, klien adalah perhatian disertai sedikit perhatian pada nilai-nilai social, pengaruh  orang tua dan, proses-proses tak sadar. Keterlibatan klien dalam proses terapeutik karenanya harus dianggap sebagai kenyataan bahwa klien menjadi lebih aktif alih-alih menjadi penerima teknik-teknik  seperti di isyaratkan oleh Carkhuff dan barenson.

Satu aspek yang penting dari klien dari terapi tingkah laku adalah, klien  klien didorong untuk bereksprimen dengan tingkah laku baru dengan maksud memperluas perbendaharaan tingkah laku adaptifnya. Pendekatan ini menggaris bawahi pentingnya keterlibatan aktif  dan kesedian klien untuk memperluas dan menrapkan tingkah laku barunya pada situasi-situasi kehidupan nyata. Keberhasilan dan kegagalan usaha-usaha menjalankan tingkah laku baru adalah bagian yang vital dari perjalanan terapi.

Hubungan antara terapis dank lien
Wolpe (1958, 1969), menyatakan bahwa pembentukan hubungan pribadi yang baik adalah salah satu aspek yang esensial dalam proses terapeutik. Sebagai mana disinggung dimuka, peran terapis yang esensial adalah peran sebagai agen pemberi perkuatan, terapis mengembangkan atmosfer kepercayaan dengan memperlihatkan bahwa ‘’(1) ia memahami dan menerima pasien, (2) kedua orang di antara mereka bekerja sama dan, (3) terpis memiliki alat yang sangat berguna dalam membantu kearah yang dikehendaki oleh pasien’’.

Penerapan: teknik-teknik dan prosedur-prosedur terapeutik
Teknik-teknik tingkah laku harus menunjukan kefektifannya melalui alat-alat yang objektif, dan ada usaha yang konstan untuk memperbaikinya, dalam terapi tingkah laku, teknik-teknik spesifik yang beragam bisa digunakan secara sistematis, dan hasil-hasilnya bisa dievaluasi.

Teknik-teknik utama terapi tingkah laku
Desensitisasi sistematik
Desensitisasi sistematik adalah salah satu teknik yang paling luas digunakan dalam terapi tingkah laku. Desensitisasi sistematik digunakan untuk menghapus tingkah laku secara negative, dan mnyertakan pemunculan tingkah laku  atau respons yang belawana dengan tingkah laku yang hendak dihapuskan itu. Desensitisasi diarahkan mengajar klien untuk menampilkan suatu respons yang tidak konsisten dengan kecemasan. Dalam teknik ini, Wolpe telah mengembangkan suatu respon _yakni relaksasi, yang secara fisiologis bertentangan dengan kecemasan _ yang secara sisternatis diasosiasikan dengan aspek-aspek dari situasi mengancam. Prosedur model pengondisian balik ini dalah sbegai berikut:
1.       Desensitisasi sistematik dimulai dengan suatu analisis tingkah laku atas stimulus-stimulus yang bisa membangkitkan  kecemasan  dalam suatu wialyah tertentu seperti penolakan, rasa iri, ketidaksetujuan, atau situasi fobia. Terapis menyusun suatu daftar yang bertingkat mengenai situasi-situasi yang kemunculanya meningkatkan taraf kecemasan atau penghindaran.

2.       Selama pertemuan-pertemuan terpeutik pertama klien diberi latihan relaksasi yang terdiri dari kontraksi, dan lambat laun pengendoran otot-otot yang berbeda sapai tercapai suatu keadaan santai penuh. Sebelum latihan relaksasi dimulai, klien diberitau tentang cara relaksasi digunakan dalam desintitasasi, cara menggunakan relaksasi itu dalam kehidupan sehari-hari, dan cara mengendurkan bagian-bagian tubuh tertentu.

3.       Proses disintisasi melibatkan keadaan di mana klien sepnuhnya santai dengan mata tertutup. Terapis menceritakan serangkaian situasi dan minat klien untuk membnyangkan dirinya berda dalam disetiap situasi yang diceritakan oelh terpis itu.

Desentisasi sitematik adalah teknik yang cocok untuk menangani fobia-fobia, tetapi apabila menganggap teknik ini hanya bisa diterapkan  pada penanganan-penanganan ketakutan. Desntisasi sistematik bisa diterpkan secara efektif situasi penghasil kecemasan, mencakup situasi Interpesonal, kekuatan menghadapi ujian, ketakutan-ketakutan yang digeneralisasi, kecemasan-kecemasan neurotic, serta impotensi dan frigiditas sexual. Prosedur kelompok dianjurkan pula bagi para klien yang mengalami kecemasan berada dalam situasi-situasi yang spesifik. Kelompok bisanya terdir atas para partisipan yang memiliki ketakutan-ketakutan yang sama.  

Terapi implosif dan pembanjiran

Teknik-teknik pembanjiran berlandaskan paradigm mengenai penghapusan eksperimental. Teknik terdiri atas stimulus berkondisi secara berulang-ulang tanpa pemberian perkuatan.
Stampfl (1975) mengembangkan teknik yang berhubungan dengan teknik pembanjiran, yang disebut ‘’terapi implosif’’. Seperti halnya dengan desentisisasi sistematik, terapi implosive berasumsi bahwa tingkah laku neurotic melibatkan penghindaran terkondisi atas stimulus-stimulus penghasil kecemasan.
Stampfl (1975) mencatat beberapa contoh bagaimana terpi implosive berlangsung . Ia melukiskan  seorang klien yang mengalami kecendrungan-kecendrungan obsesif kepada kebersihan. Klien mencucitangannya lebih dari seratus kali sehari dan memiliki ketakutan yang berlebihan kepada kuman.
Stampfl (1975) juga mencatat sejumlah study yang membuktikan kemajuran terapi implosive dalam menangani para pasien gangguan jiwa yang dirumahsakitkan, para pasien neurotic, para pasien pskiotik, dan orang-orang yang menderita fobia-fobia.
Tingkah laku mengaskan diri pertama-tama dipraktekan dalam situasi permainan peran, dan dari sana diusahakan agar tingkah laku menegaskan diri itu dipraktekan dalam kehidupan nyata.
Shaffer dan Galinsky (1974) menerangkan bagaimana kelompok-kelompok latihan asertif atau ‘’latihan ekspresif’’ di bentuk dan berfungsi. Kelompok terdiri atas delapan sampai sepuluh anggota memiliki latar blakang yang sama, dan session terapi berlangsung selama 2 jam. Terapis bergerak sebagai penyelenggara dan pengarah permainan peran.
Terapi kelompok latihan asertif pada dasrnya merupakan penerapan latihan  tingkah laku pada kelompok dengan sasaran individu-individu dalam mengembangkan cara-cara berhubungan yang lebih  langsung dalam stuasi-situasi interpersonal. Fokusnya adalah mempraktekan, melaui permainan peran, kecakapan-kecakapan bergaul yang baru diperoleh sehingga individu-individu diharap mampu mengtasi ketakmemadainya dan belajr bagai mana mengungkapkan perasaan-perasaan dan pikiran-pikiran mereka secara lebih terbuka disertai keyakinan bahwa mereka secara lebih terbuka disertai keyakinan bahwa mereka berhak untuk menunjukn reaksi-reaksi terbuka itu.
Terapi aversi
Stimulus-stimulus aversi biasanya berupa hukuman dengan kejutan listrik atau pemberian ramuan yang membuat mual. Teknik-teknik aversi adalah metode-metode yang paling controversial yang dimiliki oleh behavioris meskipun digunakan secara luas sebagai metode-metode untuk membawa orang-orang kepada tingkah laku yang di inginkan. Dalam setting yang lebih formal dan terpeutik, teknik-teknik aversif sering digunakan penanganan berbagai tingkah laku yang maladaptive, encakup minum alcohol secara berlebihan, ketergantungan pada obat bius, merokok, obsesi-obsesi, kompulsi-kompulsi, berjudi, homosexual, dan penyimpangan sexual seperti pedofilia. Butir yang penting adalah bahwa maksud prosedur-prosedur aversif ialah mnyajikan cara-cara menahan respon-respon maladaptive dalam suatu periode sehingga terdapat kesempatan untuk memperoleh tingkah laku alternative yang adaptif dan yang akan terbukti memperkuat dirinya sendiri. Cara-cara positif yang mengarahkan kepada tingkah laku yang baru dan lebih layak harus dicari dan digunakan sebelum tepaksa mengunakan pemerkuat-pemerkuat negative.
Pengondisian operan
Tingkah laku operan adalah tingkah laku yang memancar yang menjadi cirri organisme yang aktif. Ia adalah tingkah laku beroprasi di lingkungan untuk menghasilkan akibat-akibat. Tingkah laku operan merupakan tingkah laku yang paling berarti dalam kehidupan sehari-hari, yang mencakup membaca, berarti dalam kehidupan sehari-hari, yang mencakup membaca, berbicara, berpakaian, makan dengan alat-alat makan, bermain, dan sebagainya. Penerapan pemberian perkuatan positif pada pskoterapi membutuhkan spesifikasi  tingkah laku yang diharapkan, penemuan tantang agen yang mempekuat tentang individu, dan penggunaan perkuatan positif secara sistematis guna memunculkan tingkah laku yang di inginkan.
Penghapusan. Apabila suatu respon terus- menerus di buat tanpa perkuatan, maka respon tersebut cendrung menghilang. Dengan demikian, karena pola-pola tingkah laku yang dipelajari cendrung melemah dan terhapus setelah suatu periode, cara untuk menghapus tingkah laku maladiktif adalah menarik perkuatan tingkah laku yang maladaptive itu. Terapis, guru, dan orang tua yang menggunakan penghapusan tingkah laku yag tidak di inginkan harus mencatat bahwa tingkah laku yang tidak di inginkan itu pada mulanya bisa menjadi lebih buruk sebelum akhirnya terhapus atau kurangi.
Bandura (1969) menyatakan bahawa segenap belajar yang bisa diperoleh melalui pengalaman langsung bisa pula diperoleh secara tidak langsung dengan mengamati tingkah laku orang lain berikut konsekwensi-konsekwensinya.
Token economy
Metode token economy dapat digunakan untuk membentuk tingka laku apabila persetujuan dan pemerkuat-pemerkuat yang tidak bisa diraba lainya tidak memberikan pengaruh. Metode token economy amat mirip dengan yang dijumpai dalam kehidupan nyata di mana, misalnya, para pekerja dibayar untuk hasil pekrjaan mereka. Token economy merupakan salah satu contoh dari perkuatan yang eksrinsik, yang menjadikan orang-orang melakukan sesuatu untuk meraih ‘’ pemikat di ujung tongkat’’. Tujuan prosedur ini adalah mengubah motivasi yang ekstrinsik menjadi motivasi yang instrinsik.     


0 komentar:

Posting Komentar